Browsing "Older Posts"

  • Mengenal efek cerobong asap saat terjadi kebakaran

    By Kusnu → Sunday, September 24, 2017

    Di era penghematan energi ini, banyak bangunan tinggi dibangun dengan konsep sangat rapat dengan meminimalkan jumlah bukaan ke arah luar bangunan. Akibat dari kurangnya ventilasi ini, pergerakan udara panas (asap dan gas beracun) pada saat kebakaran akan dikendalikan oleh pergerakan alami udara normal di dalam bangunan. Pergerakan alami udara normal di dalam bangunan tinggi ini yang dikenal sebagai efek cerobong. 

    Dikenal sebagai efek cerobong (stack effect atau chimney effect) karena terkait pergerakan udara ke arah vertikal dan efek cerobong ini menciptakan pergerakan udara alami di dalam gedung. Efek cerobong ini disebabkan oleh perbedaan suhu antara suhu di dalam bangunan dengan suhu di luar bangunan. Udara dalam bangunan ini akan naik ataupun turun secara bervariasi tergantung dari besarnya perbedaan suhu. Efek ini akan bisa dilihat atau dirasakan pada bangunan dengan tinggi di atas 18 meter dan efek ini akan semakin kuat ketika bangunan tersebut semakin tinggi dan perbedaan suhu semakin besar. 

    Kita asumsikan dulu kondisi awal suhu di luar bangunan lebih dingin di banding dengan suhu di dalam bangunan. Udara yang suhunya lebih dingin kerapatannya meningkat (jarak antara molekulnya merapat) dan di luar tekanannya lebih besar dibanding dengan tekanan dalam bangunan. Secara praktik di lapangan, setiap bangunan pasti mempunyai banyak lubang atau bukaan di beberapa titik sepanjang tinggi bangunan, dan juga terkadang pintu di lantai bawah dalam keadaan terbuka. Melalui celah inilah udara dingin masuk melalui bukaan yang ada di lantai bawah sehingga menyebabkan udara panas dalam bangunan terdorong ke atas.



    Pergerakan udara di dalam bangunan yang mengarah ke atas ini dapat melalui shaft elevator, tangga, dan shaft vertikal lainnya, termasuk kebocoran pada penetrasi tiap lantai. Pergerakan udara ini dipaksa keluar ke atas menuju puncak bangunan melalui bukaan dan celah yang ada di masing masing lantai. Kondisi udara yang lebih dingin diluar menyebabkan sirkulasi udara mengarah ke atas bangunan. 

    Di suatu area di tengah bangunan akan terdapat bidang netral yang merupakan suatu bidang imajiner (lebih dikenal sebagai Neutral pressure plane) dimana tekanan udaranya sama dengan tekanan udara di luar bangunan dengan kondisi tidak terjadi angina. Gambar dibawah menunjukkan gambaran tekanan dan pergerakan udara yang disebabkan oleh efek cerobong ini. Ketika suhu diluar bangunan lebih hangat dibanding dengan suhu di dalam bangunan,maka pergerakan udara akan terbalik, yaitu dari atas ke bawah. 


    perambatan panas konveksi
    Pergerakan udara panas khususnya asap akan dipengaruhi oleh lokasi kebakaran terhadap bidang netral (Neutral pressure plane). Sebagai contoh, jika terjadi kebakaran di lantai bawah dari gedung bertingkat tinggi, buoyancy yang disebabkan oleh perbedaan suhu dari pembakaran akan menghasilkan tekanan yang akan membawa udara panas ke atas. Pada saat suhu udara panas mulai menurun, maka daya penggerak buoyancy pun menurun sampai suhu udara panas mencapai suhu normal lingkungan. Meskipun demikian, efek cerobong membantu membawa udara panas ini ke lantai paling atas dengan cara menarik udara panas dari lokasi kebakaran ke arah atas bangunan melalui shaft, tangga yang terbuka, celah atau bukaan yang ada di lantai lokasi kebakaran tersebut, sehingga lokasi proses terjadinya api akibat penyebaran udara panas menjadi lebih jauh dari lokasi awal kebakaran. Biasanya skenario udara panas akan melewati beberapa lantai langsung menuju area di atas bidang netral. Tekanan terbesar terjadi di bagian teratas dari gedung dan lokasi tersebut lebih berbahaya dibanding lantai yang dekat dekat dengan lokasi kebakaran. Lantai yang berada di dekat bidang netral akan mengalami penyebaran udara panas ini, tetapi konsentrasi nya tidak sebanyak dibanding dengan lantai yang paling atas. Dari sisi fire fighthing, maka area yang berada di atas bidang netral akan mengalami penyebaran panas secara horizontal akibat perbedaan tekanan yang menyebabkan arah udara panas mengarah ke luar.

    Untuk kebakaran di atas bidang netral, tetap akan mengalami perpindahan panas ke arah akibat adanya kebocoran di tiap lantai, konsentrasi udara panas tetap pada lantai yang paling atas. Arah pergerakan udara panas akan mengarah ke luar bangunan akibat tekanan udara di dalam lebih besar dari tekanan di luar.

    Kejadian kebakaran terbaru yang diduga penyebaran apinya akibat efek cerobong adalah kebakaran di Grenfell Tower (24 lantai) di London Barat pada tanggal 14 juni 2017. Kejadian ini mengakibatkan 80 orang meninggal dan 70 cidera. Salah satu ahli fire safety menyatakan bahwa pelapis dinding merupakan sebab penyebaran api yang masif. Terdapat ruang antara pelapis dinding dengan bahan isolasi dinding, sehingga ruang tersebut menghasilkan efek cerobong.


    Grenfeel Tower
    Referensi:
    • Ladwig,, Thomas H. 1990. Industrial Fire Prevention and Protection. Van Nostrand Reinhold
    • Fitzgerald, Robert W. 2004. Building Fire Performace Analysis 1st Edition. Wiley
    • Klinoff, Robert W. 2006. Introduction to Fire Protection 3rd Edition. Cengage Learning
    • Latifah, ST. MT, Nur Laela. 2015. Fisika Bangunan 1. Gaya Kreasi. 
  • Transfer panas secara konveksi dan perannya terhadap kebakaran

    By Kusnu → Tuesday, September 19, 2017

    Postingan kali ini kita akan membahas salah satu metode transfer panas yaitu konveksi. Konveksi merupakan mekanisme utama penyebaran api jika terjadi kebakaran di suatu bangunan, terutama kebakaran di gedung bangunan tinggi. Pada saat dimulai proses terbentuknya api atau kebakaran, terjadi pergerakan udara panas yang luar biasa yang mengarah ke bagian atas struktur dan menjauhi lokasi awal api (panas selalu berjalan ke suhu yang lebih dingin). Pada saat penyebaran, semakin banyak bahan bakar yang terpanaskan sehingga udara panas ini membawa gas mudah terbakar jauh dari lokasi awal api ke lokasi yang lebih banyak oksigennya

    Secara konsep, konveksi adalah distribusi panas atau perpindahan panas dari satu tempat ke tempat lain melalui fluida. Oh ya fluida itu adalah suatu zat yang bisa mengalami perubahan-perubahan bentuknya secara terus menerus bila terkena tekanan atau gaya walaupun relative kecil atau bisa juga dikatakan suatu zat yang mengalir. Fluida mencakup zat cair, gas, air dan udara karena zat ini dapat mengalir dan berubah rubah. Pada umumnya, konveksi terjadi di udara atau cairan, dan pastinya tidak terjadi di material padat. Tetapi konveksi juga berperan untuk perpindahan panas dari material padat ke udara atau gas dan begitu sebaliknya. 



    Sebagai contoh konveksi, ketika air dipanaskan, suhu air dapat cepat meningkat meskipun air mempunyai kemampuan transfer panas yang rendah. Hal ini dikarenakan air yang terpanaskan di bagian bawah wadah mengembang dan menjadi lebih ringan densitasnya (kurang rapat), karena menjadi lebih ringan, maka air yang terpanaskan ini bergerak ke atas dan sisi bawah wadah digantikan oleh air dingin yang lebih besar densitas nya. Contoh lainnya adalah pemanas ruangan, biasanya pemanas ruangan ini berasal dari api kecil yang diletakkan di suatu lokasi di bangunan, panas dari api ini terdistribusi melalui pipa melalui metode konveksi. Cerobong asap juga menerapkan perpindahan panas ini ketika udara panas keluar dari tungku perapian naik ke cerobong.

    Udara Panas tidak dapat bergerak sendiri bila tidak memiliki daya penggerak, sehingga dibutuhkan suatu penggerak dan penggeraknya adalah buoyancy. Daya apung atau Buoyancy terkait dengan molekul udara yang suhunya lebih hangat. Ketika udara dipanaskan maka kerapatannya menurun (jarak antara molekulnya merenggang), sehingga massa jenisnya (massa per satuan volume) menjadi lebih ringan, dan udara pun bergerak (mengapung) ke atas.

    Pada saat terjadi kebakaran di bangunan, udara yang sudah terpanaskan oleh api menjadi berkembang dan menjauhi sumber dan mengarah ke atas, hal ini terkait dengan penjelasan bouyancy di atas. Saat udara panas naik, udara ini membawa asap, gas (termasuk gas beracun) dan produk pembakaran lainnya. Udara panas ini terus naik hingga titik tertinggi dan terhenti ketika terdapat halangan horizontal. Udara panas ini akan menyebar secara horizontal atau mengarah ke samping yang mengakibatkan penyebaran kebakaran menyebar ke area lain. 

    Ilutrasi penyebaran panas konveksi 
    Terkait dengan penyebaran udara panas ini, selain digerakkan oleh daya bouyancy dari hasil proses terjadinya api itu sendiri, penyebaran panas ini dapat menjadi luas akibat adanya pergerakan udara yang disebabkan oleh stack effect dan sistem aliran udara dari bangunan tersebut (contoh HVAC).

    Stack effect atau Chimney effect atau efek cerobong merupakan pergerakan alami udara di bangunan tinggi yang diakibatkan oleh perbedaan suhu antara suhu di dalam bangunan dan di luar bangunan. Udara dalam bangunan ini akan naik ataupun turun secara bervariasi tergantung dari besarnya perbedaan suhu. Efek ini akan bisa dilihat atau dirasakan pada bangunan dengan tinggi di atas 18 meter dan efek ini akan semakin kuat ketika bangunan tersebut semakin tinggi dan perbedaan suhu semakin besar. Kaitannya dengan penyebaran udara panas, stack effect ini membuat penyebaran panas menjadi lebih luas ke arah vertikal, penyebaran vertikal dapat melalui shaft lift, tangga darurat yang terbuka, sistem pendingin udara maupun melalui celah dari penetrasi pipa dan kabel yang mengarah ke lantai atas. Sehingga jika terjadi kebakaran di lantai 1, maka udara panas ini bisa menyebar ke lantai atas dengan cepat dan ada kasus dimana penyebaran panas bisa naik puluhan lantai di atas dari lokasi awal kebakaran.

    Pada kebakaran yang sangat besar, khususnya di area terbuka, pergerakan udara panas ke atas sangat besar dan berkontribusi terhadap terbentuknya badai api (fire storm). Ketika badai api terjadi, terbentuk aliran udara masuk ke arah pusat kebakaran dimana aliran udara ini akan menghisap semua bahan bakar yang ringan yang ada di darat yang akan membuat api menjadi semakin besar. Buoyancy kemudian mengangkat sekumpulan gas hasil pembakaran dan puing puing padat puluhan meter ke atas ke udara. Puing puing padat yang telah terbakar jatuh sebagai sumber api yang baru mengikuti arah angin. Kumpulan gas yang terbakar ini (jika dalam jumlah yang masif) dapat membentuk suatu masa api yang terpisah yang biasa di kenal sebagai fireball. Intensitas kebakaran dari firestorm ini terkadang sangat besar sehingga radiasi panas yang dihasilkan bisa memanaskan bahan bakar ke titik menyalanya yang berjarak jauh dari sumber api.  


    Referensi:

    • DeHaan, John D. 2007. Kirks's Fire Investigation sixth edition. Pearson Prentice Hall
    • Ladwig,, Thomas H. 1990. Industrial Fire Prevention and Protection. Van Nostrand Reinhold
    • Fitzgerald, Robert W. 2004. Building Fire Performace Analysis 1st Edition. Wiley
    • Klinoff, Robert W. 2006. Introduction to Fire Protection 3rd Edition. Cengage Learning
    • Latifah, ST. MT, Nur Laela. 2015. Fisika Bangunan 1. Gaya Kreasi. 
  • Memahami konsep dari masing-masing tipe pengendalian bahaya

    By Kusnu → Wednesday, September 13, 2017
    Pada postingan mengendalikan bahaya kebakaran, sudah dituliskan prinsip pengendalian bahaya yang merupakan bagian dari manajemen resiko.

    Untuk mengingat lagi postingan sebelumnya, mari kita jabarkan lagi 6 hirarki pendekatan pengendalian bahaya, yaitu
    1. Eliminasi
    2. Subsitusi
    3. Isolasi
    4. Pengendalian dengan rekaya (engineering control)
    5. Pengendalian administrasi
    6. Alat pelindung diri
    Pendekatan hirarki ini harus dari atas ke bawah atau dari diawali dari eliminasi turun hingga ke alat pelindung diri. Jadi ketika pengendalian eliminasi tidak mungkin dilakukan maka dilajutkan kemungkinan pengendelian selanjutanya yaitu subsitusi dan begitu seterusnya

    Eliminasi adalah menghilangkan bahaya secara keseluruhan. Pada kenyataannya, menghilangkan bahaya secara keseluruhan terkadang tidak mungkin dilakukan, tetapi jika bisa dilakukan maka akan berdampak besar terhadap keselamatan operasi yang akan menciptakan lingkungan kerja yang aman bagi pekerja. Sebagai contoh, jika suatu proses produksi yang normalnya menggunakan pelarut dari cairan mudah terbakar, apabila dilakukan pengembangan dan penelitian untuk menggantikan dengan pelarut lain yang tidak bisa terbakar, maka bahaya yang melekat pada proses normal tersebut dapat dihilangkan.



    Subsitusi adalah ketika beberapa komponen sistem yang berbahaya diganti dengan komponen lebih rendah bahayanya. Sebagai contoh, beberapa tahun lalu, industri percetakan menggunakan larutan seperti toluene, xylene dan methyl ethyl ketone. Larutan ini mempunyai resiko kebakaran yang serius dan juga isu paparan terhadap manusia. Lalu industri percetakan mengganti larutan tersebut dengan larutan yang berbahaya rendah seperto isopropyl alcohol. Meskipun alkohol juga merupakan cairan mudah terbakar tetapi tidak setinggi resikonya dibanding larutan yang digunakan sebelumnya.

    Isolasi bisa diimplementasian seperti memisahkan suatu proses berbahaya jauh dari proses lainnya atau memberi pembatas fisik seperti fire wall untuk membatasi dampak kebakaran area sebelahnya. Pabrik bahan peledak sudah melakukan hal ini sejak awal industri ini dibangun. Area produksinya biasanya dipisahkan oleh suatu jarak dan atau blast wall, sehingga jika terjadi ledakan di suatu area tidak akan mempengaruhi area operasi lainnya

    Pengendalian dengan rekayasa (engineering control). Pengendalian ini melalui proses rekayasa yang bertujuan untuk mengurangi intervensi manusia dalam memastikan keselamatan operasi. Engineering control bisa sebagai pengendalian pencegahan (prevention control) dan pengendalian mitigasi (mitigation control). Sebagai contoh adalah pemasangan spring loaded valve handle di area pengisian bahan bakar (ini seperti valve yang menutup sendiri jika tidak ditahan handle valvenya). Dengan adanya spring loaded valve ini maka dapat mencegah seseorang meninggalkan area pengisian dalam keadaan valve masih terbuka dan cairan mudah terbakar masih mengalir. 

    Implementasi control terkait dengan engineering control biasanya ada di sistem manajemen keselamatan suatu proses. Control ini merupakan sistem yang memonitor parameter parameter dalam suatu proses produksi dan juga control ini dapat menghentikan suatu proses secara otomatis ketika parameter yang di monitor melewati ambang batas amannya. Contohnya control untuk ini adalah high temperature limit switch pada suatu furnace, limit switch ini akan mematikan furnace jika suhu operasi furnace melebihi batas atas suhu yang aman. Sistem proteksi kebakaran juga merupakan salah satu contoh engineering control karena sistem ini didesain bekerja otomatis untuk memadamkan api tanpa ada intervensi manusia ketika terjadi kebakaran.



    Jika suatu perusahaan ingin mempunyai tujuan Zero harm atau bebas cidera maka engineering control ini dapat membantu mewujudkan itu karena engineering control memungkinkan manusia tidak harus berada di area berbahaya sehingga severity menjadi rendah. Apalagi terkait dengan suatu proses yang bisa menyebabkan multiple fatality

    Meski engineering control tidak sepenuhnya mengandalkan manusia untuk bekerja efektif, tetapi ada hal kritikal yang tetap mengandalkan manusia terkait dengan control ini yaitu PERAWATAN. Suatu control tidak akan berfungsi sesuai fungsi yang telah didesain jika control itu rusak, sehingga program rutin perawatan menjadi kritikal untuk keberlangsungan control ini. Jika kita mengambil contoh spring loaded valve handle di atas, jika pegas atau mekanisme yang membuat valve itu kembali lagi dalam keadaan rusak, maka fungsi untuk mencegah orang meninggalkan valve dalam keadaan terbuka menjadi tidak ada.

    Pengendalian administrasi itu seperti peraturan, kebijakan (policy), prosedur, dan pelatihan. Pengendalian ini kurang efektif dibandingkan dengan engineering control karena pengendalian ini sangaaaaat mengandalkan manusia untuk menjadi efektif dan konsisten. Tetapi pengendalian ini tetap penting dalam mengendalikan suatu bahaya. Ada banyak engineering control yang harus didukung oleh pengendalian administrasi ini, contohnya bonding dan grounding pada aktifitas pemindahan cairan mudah terbakar merupakan engineering control. Pengendalian administrasi dalam hal ini berupa prosedur dan pelatihan yang di lakukan untuk memastikan sistem engineering control tersebut berfungsi secara benar.  

    Dan yang terakhir adalah Alat pelindung diri (APD). APD ini merupakan pertahanan yang paling akhir terhadap bahaya yang dapat mengenai manusia secara langsung. Sebagai contoh, baju fire retardant (bahan yang tahan panas api dalam jangka waktu tertentu). Baju ini biasanya syarat khusus untuk bekerja di area proses yang banyak mengandung percikan api seperti di area furnace (area untuk mencairkan logam). Meski kita sudah banyak mengimplemantasi metode pengendalian yang ada diatas, tetapi ada momen dimana kebakaran itu mungkin akan terjadi akibat dari sifat dari material atau proses itu sendiri. Pakaian fire retardant ini yang memberikan perlindungan ekstra untuk memastikan perlindungan terhadap pekerja yang bekerja di area tersebut.

    Setelah kita mengetahui metode pengendalian bahaya, maka kita bisa menentukan strategi apa yang akan digunakan atau diterapkan untuk mengelola bahaya dan resiko di area anda, seperti mengurangi kemungkinan proses terbentuknya api ataupun proses terjadinya api. Semoga postingan ini bisa bermanfaat dan sekali lagi mohon bantuanya untuk menyempurnakan postingan ini.

    Referensi:
    • Schroll, R. Craig. 2002. Industrial Fire Protection Handbook second edition. CRC Press
  • Konsep dalam mengendalikan bahaya kebakaran

    By Kusnu → Tuesday, September 12, 2017
    Untuk mencapai fire safety goal atau tujuan untuk mewujudkan area kerja atau area operasional yang aman dari bahaya kebakaran, maka harus dilakukan implementasi pengendalian untuk tujuan tersebut

    Dalam manajemen resiko, pengelolaan akan selalu terkait dengan mengurangi kemungkinan proses terjadinya api maupun kebakaran dan meminimalkan dampaknya jika terjadi kebakaran, nah pengendalian bahaya ini adalah salah satu prosesnya.

    Dalam konsep segi empat api (fire tetrahedron), harus ada empat komponen yang harus hadir untuk proses terjadinya api yaitu panas, oksidator, bahan bakar dan reaksi kimia. Untuk pengendalian bahaya kebakaran, umumnya akan fokus disalah satu komponen tersebut, biasanya terkait dengan panas dan bahan bakar. Sebagai contoh pengendalian bahaya di bengkel las, kita tidak bisa mengendalikan atau menghilangkan sumber panasnya karena itu merupakan bagian dari proses pengelasan tersebut, sehingga fokus pengendaliannya pada pengendalian bahan bakar. Bertolak belakang untuk pengendalian bahaya di area gudang, sesuai dengan fungsinya, maka bahan bakar pasti akan selalu ada di tempat tersebut setiap waktu dan akan sulit untuk mengendalikan bahayanya, sehingga fokus pengendalian bahayanya ada di pengendalian sumber panas agar tidak kontak dengan bahan bakar.




    Pemisahan operasional dan bahaya adalah konsep dasar dari loss control. Secara prinsip bahwa area operasional yang terpisah pisah akan memiliki kemungkinan kecil untuk mengalami kerusakan yang bersamaan ketika kebakaran terjadi.

    Pemisahan ini sebenarnya membantu pencapaian dua hal. Pertama, akan mengurangi kemungkinan penyebaran kebakaran dari area yang berbahaya tinggi ke area lainnya. Kedua, mengurangi kemungkinan sumber panas di area berbahaya rendah menyebaban kebakaran di area berbahaya tinggi. Pemisahan bedasarkan proses adalah hal yang paling umum dilakukan oleh perusahaan yang memiliki proses produksi dengan tingkat bahaya tinggi. Contohnya, resiko bahaya kebakaran dari proses penyemprotan cat dapat dikurangi dengan memisahkan proses tersebut dengan proses lainnya. Pemisahan ini dapat dilakukan dengan pemasangan fire wall, pemisahan secara jarak bangunan atau metode lainnya. Contoh ekstrem lain dari kegagalan pemisahan adalah meletakkan bengkel las di sebelah ruang penyimpanan bahan bakar.  



    Untuk pengendalian bahaya yang tepat sasaran dan efektif, kita harus mengerti hirarki dari pengendalian bahaya ini. Secara konsep, terdapat 6 hirarki pendekatan pengendalian bahaya, yaitu:
    1. Eliminasi
    2. Subsitusi
    3. Isolasi
    4. Pengendalian dengan rekayasa (Engineering Control) 
    5. Pengendalian administrasi
    6. Alat pelindung diri
    Pendekatan pengendalian bahaya harus secara konsep hirarki, yaitu dari atas ke bawah. Sempurnanya, semua bahaya harus di eliminasi, tapi pada kenyataanya ini merupakan hal yang kecil kemungkinannya untuk bisa diimplementasikan, jika eliminasi tidak bisa dilakukan, maka dilihat pengendalian selanjutnya yaitu subsitusi dan begitu seterusnya hingga mencapai pengendalian paling rendah yaitu Alat pelindung diri.

    Dalam pemilihan pengendalian bahaya, kita coba pilih pengendalian yang tidak bergantung pada manusia untuk implementasinya karena manusia akan melakukan kesalahan suatu saat. Pengendalian bahaya yang bergantung pada manusia adalah pengendalian administrasi dan alat pelindung diri. Sehingga disarankan kita memilih pengendalian lainnya untuk memastian keefektifan dari pengendalian bahaya tersebut

    Referensi:
    • Schroll, R. Craig. 2002. Industrial Fire Protection Handbook second edition. CRC Press
  • Mesin diesel sama berbahayanya dengan mesin bensin

    By Kusnu →

    Mesin diesel dan mesin bensin secara fungsi mempunyai kesamaan yaitu mengkonversi energi kimia menjadi energi mekanik melalui proses pembakaran internal mesin. Energi mekanik ini yang menggerakkan piston naik turun di dalam silinder. 

    Kedua mesin ini mengkonversi bahan bakar cair ke energi melalui rangkaian proses dari pembakaran dan sedikit ledakan kecil. Perbedaan utama dari kedua mesin ada pada proses terjadinya ledakan di ruang pembakaran. Jika di mesin bensin, bahan bakar air bercampur dengan udara, dikompresi oleh piston dan di nyalakan (ignite) oleh percikan api dari busi. Beda dengan mesin diesel, udara dikompressi terlebih dahulu kemudian di inject bahan bakar. Karena udara sudah dipanaskan ketika dikompresi, maka udara panas ini yang menyalakan bahan bakar untuk meledak.

    Terkait dengan fire safety dan keselamatam operasional, banyak perusahaan tidak mengijinkan kendaraan bermesin bensin untuk masuk ke area yang terdapat gas mudah terbakar (gas flammable) atau cairan mudah terbakar, jika pun boleh, harus melalui pengawasan yang sangat ketat. Kenapa dilarang masuk?, alasannya adalah mekanisme proses terjadinya ledakan (diawali dengan proses terjadinya api kecil) yang dijelaskan di atas, mesin bensin menggunakan percikan api (spark) untuk proses terciptanya ledakan. Di sisi lain, banyak perusahaan yang membebaskan mesin diesel masuk ke area berbahaya tersebut dengan keyakinan bahwa mesin diesel tidak dapat memicu kebakaran maupun ledakan. Kenyataan nya salah, jika berkaca pada kejadian kejadian berikut ini

    4 ton cairan panas hidrokarbon yang mudah terbakar bocor keluar dari area operasional ketika pekerjaan perawatan sedang berlangsung. Saat itu sebuah mesin diesel sedang beroperasi di area tersebut. Uap dari cairan hidrokarbon tersebut terhisap melalui jalur masuk udara dari mesin tersebut yang menyebabkan mesin berputar semakin kencang. Operator berusaha mematikan mesin tersebut dengan menutup jalur suplai bahan bakar, tetapi cara ini tidak berhasil akibat uap hidrokarbon sudah terlanjur masuk ke dalam mesin. Akibatnya flash back terjadi dan uap hidrokarbon di sekitarnya ter ignite oleh flash back tersebut sehingga terjadi ledakan. Ledakan ini menyebabkan 2 orang meninggal



    Kejadian lain terjadi saat sebuah truck tangki yang bermesin diesel melewati bagian bawah loading arm (tempat jalur pengisian bahan ke tangka mobil). Loading arm ini terdapat tumpahan bensin (gasoline). Uap bensin ini masuk dan terhisap ke mesin yang menyebabkan mesin berputar kencang dan menghasilkan asap hitam, untungnya kejadian ini tidak menyebabkan kebakaran

    Di tempat lainnya, terjadi kebocoran oli hidrolik dengan tekanan tinggi. Semburan oli dalam bentuk seperti kabut (mist) terhisap masuk ke jalur udara mesin diesel. Mesin tetap berputar selama lima menit setelah suplai bahan bakar diesel diisolasi. Saat kejadian, filter udara tidak terpasang, andaikata terpasang maka pasti oli tersebut akan tertahan oleh filter

    Alat proteksi untuk menutup pasokan udara dan jalur pasokan bahan bakar harus tersedia untuk mesin diesel yang beroperasi secara rutin di area dimana bahan bakar cair ataupun gas mudah terbakar mempunyai kemungkinan bocor keluar. Meski terdapat alat proteksi tersebut, mesin diesel masih bisa menyebabkan kebakaran dan ledakan dengan cara yang lain juga, seperti spark yang dapat muncul di saluran pembuangan udara (knalpot), atau suhu pipa pembuangan udara cukup panas untuk ignite uap bahan bakar. 

    Peralatan elektrik di mesin diesel juga dapat memicu kebakaran akibat adanya percikan api di sistem listriknya. Implementasi engineering control untuk pengendalian kebakaran dapat berupa pemasangan spark arrestor dan flame arrestor di saluran pembuangan udara, suhu mesin harus dijaga dibawah suhu auto-ignition dan peralatan elektrik harus diproteksi.

    Tingkat proteksi yang akan diimplementasi tergantung pada berapa lama mesin diesel itu berada di area berbahaya dan level tingkat pengawasannya. Sebagai contoh, truk pembawa makanan tidak perlu ditambahkan alat protesi khusus, tetapi harus dilarang masuk ke area dimana terdapat bahan bakar cair dan penanganan gas.

    Untuk pompa diesel yang secara permanen terpasang atau forklift dan digunakan setiap hari, memerlukan perlakuan khusus. Mesin tersebut harus dilengkapi sistem untuk mematikan suplai udara dan dilarang meninggalkan kendaraan dalam keadaan mesin masih beroperasi. 

    Alternatif pengendalian lain dapat menggunakan metode elimination yaitu mengganti jenis driven pompa, sebagai contoh pompa tidak lagi digerakkan oleh mesin diesel tetapi digerakkan oleh udara yang terkompresi atau dengan air tekanan tinggi. 

    Referensi:

    • Kletz, Trevor. 1998. What Went Wrong?, Fourth Edition: Case Studies of Process Plant Disasters 4th Edition. Gulf Professional Publishing
    • Ladwig,, Thomas H. 1990. Industrial Fire Prevention and Protection. Van Nostrand Reinhold


  • Transfer panas secara konduksi dan perannya terhadap kebakaran

    By Kusnu → Tuesday, September 5, 2017

    Transfer panas merupakan faktor penting dalam semua proses terjadinya api dan juga untuk mempertahankan proses tersebut. Ketika melakukan review desain suatu pengendalian resiko kebakaran, konsep transfer panas harus sudah dipahami sehingga pemilihan strategi pengendaliannya tepat sasaran.

    Konduksi atau keterhantaran termal merupakan salah satu dari empat metode dalam transfer panas. Gambaran umum contohnya bisa kita lihat disekitar kita, seperti panci air yang sedang dipanaskan, maka ketika kita memegang bagian metal dari panci tersebut maka akan terasa panas.

    Secara konsep, konduksi merupakan perpindahan energi panas dari sisi panas ke sisi dingin melalui suatu medium benda padat dengan cara transfer energi dari molekul ke molekul terdekat atau dari atom ke atom. 

    Perpindahan panas ini dapat diilustrasikan ketika kita memanaskan suatu batang logam di sisi ujung yang satu dan mengukur suhu di ujung lainnya. Perpindahan panas melalui batang menyebabkan kenaikan suhu di ujung lainnya. Besarnya energi yang pindah melalui batang logam sebanding dengan waktu, luas penampang dan perbedaan suhu antar ujung logam dan berbanding terbalik dengan panjang.

    Laju panas yang dipindahkan melalui suatu material melalui konduksi diukur sebagai konduktivitas termal k dengan satuannya Watt per meter Kelvin (W/(m.K)). Untuk menggambarkan relasi dalam konduktivitias, maka bisa dilihat hubungannya dari persamaan berikut ini


    k = qL/A (T2 - T1) atau q = kA(T2 - T1)/L

    Dimana k adalah konduktivitas termal, L adalah panjang atau jarak dari suatu material dimana panas di konduksikan, A adalah luas penampang area, T2 dan T1 adalah perbedaan suhu antara area panas dan area dingin. Jika kita masukkan suatu parameter yang berbeda beda di persamaan di atas, dapat kita lihat bahwa konduktivitas termal akan lebih cepat jika T2 lebih besar dari T1, Area lebih besar atau jarak konduktiviats pendek.

    Ilustrasi lainnya yang menggambarkan pentingya pengetahuan tentang konduksi dapat dilihat dari perbandingan antara logam dengan kayu di api yang sama. Penyebaran panas di logam sangat cepat, sehingga ketika logam dipanaskan maka area lain yang tidak terpanaskan oleh sumber panas secara langsung akan menjadi panas. Ketika suhu panas yang terjadi melewati suhu penyalaan (ignition temperature) suatu bahan bakar maka bahan bakar yang kontak langsung dengan logam tersebut akan memulai proses terbentuknya api dan terbakar, oleh karena itu terkadang kebakaran dapat terjadi jauh dari sumber awal panas. Berbeda dengan kayu, memang kayu jika dipanasan akan cepat terbakar dan bisa terbakar sangat hebat, tetapi lokasi kebakaran hanya disekitar area tersebut saja karena kayu merupakan konduktor yang buruk sehingga panas tidak menyebar ke area lain yang tidak terpanaskan. Jadi jika bakar di satu sisi papan kayu maka papan kayu tersebut akan terbakar dan menunjukkan sisa pembakaran di satu sisi saja, tetapi di sisi lainnya masih terlihat normal saja dan tidak terbakar.
    api konduksi

    Pengetahuan dan pemahaman tentang konduktivitas termal juga sangat penting terkait dengan tahap perkembangan api dan juga konsekuensi yang besar dari konduktivitas termal tersebut. Konduktivitas termal untuk beberapa bahan bakar mudah terbakar seperti kayu, plastik foam ataupun kertas sangat rendah, sehingga ketika panas di paparkan pada permukaan bahan bakar tersebut maka panas akan berkumpul di satu area tersebut saja dan tidak menyebar sehingga dengan berkumpulnya panas di satu area tersebut maka akumulasi panas yang ditimbulkan akan melebih suhu penyalaan. Berbeda dengan logam, konduktivitas termal nya tinggi sehingga penyebaran panas sangat cepat sehingga panas yang terpapar di logam tersebut akan memudar cepat apalagi jika terdapat banyak logam di area tersebut. Karena cepat menyebar dan panasnya memudar cepat, maka susah untuk menghasilkan suhu yang berada di atas suhu penyalaan.



    Tembaga mempunyai konduksi termal 2000 kali lebih efisiensi di banding kayu. Jika kita lihat setelah kebakaran, maka copper tidak terdampak signifikan kerusakannya jika dibandingkan dengan kayu. Biasanyan bahan isolasi kabel copper akan rusak tidak terlalu jauh dari sumber panas. Dampak kayu setelah kebakaran akan sangat masif, kayu yang terpapar panas langsung akan rusak berat tetapi biasanya kerusakan hanya akan di area tersebut saja, area lain yang tidak terpapar panas langsung bisa saja tidak rusak sama sekali. Tapi perlu diingat dari gambaran diatas adalah hanya contoh gambaran penyebaran panas 'hanya' melalui konduksi saja.

    Konduksi termal tidak bisa sepenuhnya dicegah dengan bahan isolasi panas. Pindahnya panas tidak seperti air mengalir yang bisa ditahan oleh pembatas. Seberapa pun tebalnya bahan isolasi panas, tetap masih tidak cukup untuk mecegah penyalaan. Jika kecepatan penyebaran panas lebih besar dibanding dengan penguapan panas maka pada akhirnya akan menyentuh suhu penyalaan. Minimal ada jarak pemisah secara fisik sehingga panas yang terkonduksi akan berpindah ke panas konveksi melalui udara, cara ini lebih baik dari pada hanya menggunakan bahan isolasi panas dalam rangka pengendalian potensi kebakaran akibat konduksi panas. Memang secara praktek metode pencegahan ini tidak bisa diaplikasikan di beberapa proses sistem, tetapi setidaknya konsep sudah dipahami sehingga kita bisa menentukan pengendalian yang tepat   


    api konduksi
    Ilustrasi Hot Work
    Biasanya, konduksi yang terkait logam akan menjadi masalah ketika aktivitas hot work (seperti mengelas). Paparan panas yang terus menerus akan menyebar ke area lainnya, sehingga terkadang jika ada pekerjaan hot work pada material logam (contohnya pipa), maka harus dipastikan apakah ada bahan bakar yang dilalui oleh logam tersebut atau tidak, sehingga potensi kebakaran tidak terjadi di area lain.

    Referensi:
    • DeHaan, John D. 2007. Kirks's Fire Investigation sixth edition. Pearson Prentice Hall
    • Cote P.E., Arthur. 2003. Fire Protection Handbook Nineteenth Edition Volume I & II. NFPA
    • Ladwig,, Thomas H. 1990. Industrial Fire Prevention and Protection. Van Nostrand Reinhold

  • Sumber panas yang menyebabkan terjadinya resiko kebakaran - 2

    By Kusnu → Saturday, September 2, 2017

    Melanjutkan postingan Sumber Panas Api -1, di postingan ini kita akan membahas dua sumber panas lainnya yang akan memulai proses terjadinya api
    • Sumber panas yang disebabkan oleh kegagalan peralatan, desain yang tidak tepat ataupun disebabkan oleh kurangnya proteksi yang dibutuhkan 
    • Sumber panas yang dihasilkan oleh kegiatan manusia atau terpapar panas dari area sekitarnya.
    Sumber panas yang disebabkan oleh kegagalan peralatan, desain yang tidak benar ataupun disebabkan oleh kurangnya proteksi yang dibutuhkan
    Peralatan yang menggunakan listrik atau peralatan yang mempunyai bagian yang bergerak dapat menciptakan sumber panas atau sumber penyalaan jika tidak dirawat, didesain dan tidak dipasang proteksi yang diharuskan.

    Sebagai contoh, koneksi kabel listrik yang longgar dapat menimbulkan panas dan percikan api di area koneksi tersebut. Kabel yang tidak sesuai dengan kapasitas daya dapat menyebabkan kabel menjadi panas dan merusak isolasi kabel. 

    Contoh lainnya adalah pada bagian yang selalu bergerak dari suatu peralatan, dimana bisa menjadi panas atau menghasilkan percikan bunga api jika bagian yang selalu bergerak tersebut tidak terlubrikasi dengan benar.

    Untuk memastikan keselamatan terhadap resiko kebakaran di area atau fasilitas anda dari sumber panas di kategori ini, maka kita harus memastikan desain, perawatan dan instalasi sesuai dengan standar yang ada ataupun petunjuk buku manual dari peralatan tersebut. Berikut beberapa sumber panas yang termasuk dalam kategori di atas:   
    • Kabel Listrik. Instalasi kabel listrik yang tidak tepat atau lokasi instalasi kabel yang buruk dapat menyebabkan koneksi kabel menjadi longgar atau rusak sehingga berpotensi munculnya bunga api di koneksi kabel tersebut. Penggunaan jenis kabel atau ukuran kabel yang tidak sesuai dapat menyebabkan kabel menjadi panas sehingga dapat merusak isolasi kabel. Rusaknya isolasi kabel dapat menciptakan jalur konduktor sehingga menyebabkan hubung singkat yang kemudian muncul percikan bunga api. Kerusakan kabel listrik juga dapat disebabkan oleh perawatan yang buruk sehingga bisa memungkinkan panas, kelembaban atau benturan fisik dari luar dapat merusak isolasi kabel  
    • Peralatan Listrik. Hubung singkat, percikan bunga api maupun panas yang berlebih dapat terjadi di peralatan listrik. Hal yang umum menjadi penyebab adalah akibat perawatan yang tidak sesuai standar atau tidak adanya aktivitas perawatan sehingga menyebabkan peralatan tersebut mengalami kerusakan atau kegagalan fungsi
    Panel Belakang TV LCD yang terbakar

    • Gesekan (friction) merupakan akibat dari kegagalan lubrikasi pada peralatan yang bergerak, baik bergerak berputar maupun bergeser. Lubrikasi yang benar dan sesuai tidak hanya meminimalkan timbulnya gesekan tetapi juga mendinginkan di area titik kontak gesekan. Masalah yang timbul di lubrikasi biasanya terjadi kebocoran pada sistem lubrikasi sehingga seiring dengan waktu lubrikasi tersebut menjadi berkurang sehingga gesekan pun terjadi. Ketika kebocoran maupun hilangnya lubrikasi ini tidak digantikan, maka gerakan antar permukaan akan menghasilkan panas yang cukup atau percikan api untuk memulai proses terbentuknya api yang memicu kebakaran pada bahan bakar yang ada di area gesekan tersebut, terutama bahan bakar yang berasal dari sisa lubrikasi yang masih menempel di area tersebut. Gesekan ini juga berpotensi menyebabkan ledakan jika di area tersebut terdapat debu mudah terbakar (contoh debu halus batubara).



    Sumber panas yang dihasilkan oleh kegiatan manusia atau terpapar panas dari area sekitarnya
    Selain sumber panas yang berasal bagian normal dari suatu proses atau yang dihasilkan oleh kegagalan peralatan, ada sumber panas lain yang dihasilkan oleh kegiatan manusia baik itu pekerja maupun kontraktor dan sumber panas dari luar akibat penyebaran api dari luar bangunan. Secara umum, sumber panas ini tidak akan ada sampai sesuatu yang salah terjadi atau seseorang melakukan sesuatu deviasi atau penyimpangan yang menyebabkan fasilitas anda dalam bahaya kebakaran.

    Sebagai contoh, seorang pekerja melakukan pekerjaan pengelasan dan pemotongan untuk memperbaiki peralatan. Pekerjaan pengelasan ini melibatkan api terbuka dan menghasilkan percikan api. Jika pekerja tersebut ceroboh atau tidak mengikuti prosedur pekerjaan, maka pekerja tersebut bisa menciptakan potensi sumber panas yang sebelumnya tidak ada di area tersebut. Contoh lainnya, seorang pekerja membuang puntung rokok di sembarang tempat yang lokasinya bisa tidak diketahui sampai puntung rokok tersebut mulai megakibatkan kebakaran. Berikut beberapa sumber panas yang masuk kategori ini:
    • Pekerjaan penghasil panas atau yang lebih dikenal sebagai Hot Work. Hot Work bisa didefinisikan sebagai kegiatan atau aktivitas permanen maupun sementara yang melibatkan api terbuka, menghasilkan panas atau menghasilkan bunga api. Contoh contoh aktivitas yang termasuk dalam Hot work adalah pengelasan, penggunaan api terbuka, grinding, soldering, torch dll. Jika mengacu pada data dari klien FM Global, bahwa sepanjang lima tahun kebelakang, 1 dari 15 kasus kebakaran terkait dengan Hot Work dengan nilai kerugian untuk setiap kebakaran rata rata sebesar US$ 3.9 juta (kalau di konversi nilai rupiah agustus 2017, maka nilainya setara dengan Rp 52 M wooow)
    • Sabotase bisa datang kapan saja dan dimana saja dengan target area yang diproteksi dengan ketat dan area yang tidak di proteksi. Mengambil referensi dari NCAVC (The National Center for the ANalysis of Violent Crime), mereka mengidentifikasi 6 motif utama dari pelaku sabotase dan motif itu adalah Keuntungan, Pencari tantangan, Vandalisme, Balas Dendam, Penyembuyian bukti kejahatan dan ekstrimisme.
    • Terpapar Panas dari Luar. Jika terjadi kebakaran di area luar seperti adanya pembakaran sampah, kebakaran hutan ataupun kebakaran dari gedung terdekat bisa menyebabkan suatu bangunan terbakar akibat paparan panasnya (hanya pada kondisi tertentu).
    • Rokok yang tidak dibuang pada tempatnya dapat menyebabkan kebakaran dan biasanya puntung rokok ini tidak terdeteksi hingga kebakaran muncul. Rokok bisa menyebabkan kerusakan yang masif jika terjadi di tempat penyimpanan bahan bakar cair maupun di lokasi atmosfir gas mudah terbakar. Hal yang umum dilakukan untuk mencegah rokok menjadi penyebab kebakaran adalah membuat suatu peraturan yang mengelola area merokok sehingga bisa mencegah rokok dibuang di tempat yang berbahaya.
    • Petir. Selalu ada potensi petir menjadi sumber panas untuk memulai kebakaran terutama untuk area penyimpanan bahan bakar yang mempunyai suhu flash point rendah. Sambaran petir di bangunan dapat menyebabkan lonjakan listrik dan kerusakan lokal pada kabel listrik 
    Secara umum jika kita simpulkan dari kedua postingan mengenai sumber panas, maka proses terjadinya api atau kebakaran membutuhkan sumber panas untuk memulai reaksi kimia. Oleh karena itu sangat penting untuk melakukan inspeksi untuk mengidentifikasi sumber panas di area dimana kita bekerja maupun di area tempat tinggal kita. Setelah teridentifikasi, maka langkah selanjutnya mengidentifikasi bahan bakar yang ada maupun yang akan ada di area tersebut.

    Setelah kita melakukan identifikasi kedua hal tersebut, maka kita bisa melakukan pengkajian apakah harus dilakukan pemindahan lokasi bahan bakar atau pemisahan sumber panas.

    Housekeeping sangat penting dilakukan untuk memastikan lokasi tetap teratur dan aman. Buruk dalam housekeeping dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya kebakaran. 

    Referensi:
    • DeHaan, John D. 2007. Kirks's Fire Investigation sixth edition. Pearson Prentice Hall
    • Schroll, R. Craig. 2002. Industrial Fire Protection Handbook second edition. CRC Press
    • Cote P.E., Arthur. 2003. Fire Protection Handbook Nineteenth Edition Volume I & II. NFPA
    • Lees, Frank. 2012. Lees' Loss Prevention in the Process Industries: Hazard Identification, Assessment and Control (3 Volumes), 4th Edition. Butterworth-Heinemann
    • FM Global.2015. Ignitioin Sources : Recognizing the Causes of Fire - P8610
    • FM Global Data Sheet, Cause and Effect of Fire and Explosion 7-0. April 2013