Browsing "Older Posts"

Browsing Category "Prinsip Api"
  • Mengenal Segitiga Api

    By Kusnu → Saturday, February 17, 2018

    Kali ini saya akan coba membahas topik khusus mengenai segitiga api secara umum, meski pada perkembangannya segitiga api ini berkembang menjadi fire tetrahedron akibat dari tambahan komponen berupa reaksi berantai kimia. Secara konsep, segitiga api dapat memberikan gambaran konsep utama dari suatu proses terjadinya api.

    Segitiga api adalah gambaran sederhana dari tiga komponen yang harus ada agar api dapat terjadi, ketiga komponen tersebut terdiri dari bahan bakar, sumber panas dan oksigen. Ketiga komponen ini juga biasanya ditemukan diteori segi empat api (fire tetrahedron). 

    Oksigen normalnya selalu tersedia dan dalam jumlah yang cukup untuk proses terbentuknya api terjadi. Bahan bakar dibutuhkan untuk berekasi dengan oksigen. Pada umumnya bahan bakar berupa material berbahan dasar karbon yang akan dikonsumsi seluruhnya ataupun sebagian ketika reaksi proses pembakaran terjadi. Yang terakhir adalah sumber panas, karena bahan bakar dan oksigen akan bereaksi pada suhu tinggi, maka suatu sumber panas dibutuhkan untuk menyebabkan reaksi tersebut terjadi. Agar reaksi pembakaran atau terbentuknya api tersebut dapat terus terjadi tanpa membutuhkan sumber panas dari luar, maka dibutuhkan reaksi antara oksigen dan bahan bakar yang cukup dan dengan kecepatan yang cukup untuk menghasilkan panas sendiri untuk mempertahankan proses pembakaran itu sendiri. Oleh karena itu ketiga komponen dari segitiga api tersebut yang berupa oksigen, bahan bakar dan sumber panas harus ada, dalam kombinasi yang tepat untuk bereaksi agar terjadinya api

    Semua bahan bakar atau material memiliki kemampuan untuk terbakar jika diberikan panas yang cukup. Panas ini yang akan memecah molekul dan mengeluarkan uap mudah terbakar. Ketika uap atau gas sudah dihasilkan yang terlepas, maka uap atau gas ini yang tersulut oleh sumber panas sehingga menyebabkan terproduksinya panas lebih banyak sehingga terjadi proses kebakaran.

    Segitiga api yang terdiri dari tiga komponen, memerlukan reaksi rantai kimia yang terjadi diantara ketiga komponen tersebut, reaksi rantai kimia ini menjadi komponen keempat dalam istilah segi empat api. Apa saja yang terbakar, maka keempat komponen tersebut akan hadir dan menghilangkan salah satu faktor tersebut akan mencegah terjadinya api.

    Ketiga komponen dalam segitiga api tidak mempunyai nilai atau jumlah yang tetap dan nilai yang bervariasi pada setiap komponen akan mempengaruhi komponen lainnya. Bahan bakar yang sudah dihangatkan tidak membutuhkan sumber panas yang tinggi untuk terbakar jika dibandingkan dengan bahan bakar yang tidak dalam keadaan hangat. Contohnya, jika bensin tumpah di jalanan dengan suhu lingkungan sekitar 10 derajat celcius akan mempunyai kemungkinan kecil untuk tersulut jika dibandingkan dengan tumpahnya bensin di area yang sama tetapi dengan suhu lingkungan sekitar 32 derajat celcius. Jika suatu bahan bakar berada di lingkungan yang kaya akan oksigen akan lebih mudah pula untuk tersulut.

    Komponen oksigen dari segitiga api dapat dipandang lebih ilmiah lagi sebagai oksidator. Beberapa kimia mempunyai sifat seperti oksigen. Contohnya Klorin, yang akan berkontribusi memperbesar kebakaran karena sifatnya yang sebagai oksidator. Beberapa bahan lainnya seperti ammonium nitrat, mengandung cukup oksigen di dalam struktur kimianya yang menyebabkan tidak diperlukannya oksigen dari luar untuk terjadinya api.

    Bentuk dari material bahan bakar juga memegang peranan penting segitiga api. Blok kayu lebih sulit untuk tersulut terbakar dibandingkan dengan serbuk kayu, hal ini dikarenakan perbedaan perbandingan rasio volume terhadap luas permukaan. Jika Volume besar dan total luas permukaan kecil seperti blok kayu, maka energi panas dari sumber panas akan mudah hilang. Jika volume kecil dan total luas permukaan besar seperti sebuk kayu, panas tidak hilang dengan mudah dan penyalaan api akan mudah terjadi.

    Sebagai contoh gambar dibawah ini, sebuah balok kayu dengan ukuran 3 x 3 inci mempunyai luas permukaan 54 inci persegi. Jika balok tersebut di potong dengan ukuran 1 inci balok, maka total volume tetap sama, tetapi luas permukaan menjadi 162 inci persegi. Jika setiap 1 inci balok dipotong menjadi 0.33 inci, maka total volume tetap sama tetapi sekarang luas permukaan menjadi 2187 inci persegi.



    Debu adalah contoh lain sebagai perbandingan volume terhadap luas permukaan. Jika dalam kondisi dan konsentrasi yang tepat, maka ada debu yang dapat menyebabkan ledakan. Debu gandum dan debu batubara adalah contoh umum tipe debu yang dapat meledak.

    Dalam kebakaran, uap bahan bakar yang sebenarnya terbakar, sehingga semakin dekat wujud bahan bakar pada wujud uap atau gas, maka semakin mudah bahan bakar tersebut untuk terbakar. Bahan bakar cair lebih mudah terbakar dibanding bahan bakar padat, bahan bakar gas lebih mudah terbakar dibanding bahan bakar cair. Wujud dari bahan bakar ini berdampak pada usaha kita untuk mengendalikan resiko kebakaran. Yang harus diingat adalah bahwa setiap perubahan wujud dari materi bahan bakar berarti akan merubah juga sifat dan perilaku dari bahan bakar tersebut di kondisi tertentu.

    Segitiga Api dan kaitannya dengan proses pemadamannya

    Proses kebakaran dapat dihentikan atau diinterupsi dengan cara menghilangkan salah satu komponen pada segitiga api. Pada dasarnya pemadaman dapat dilakukan dengan cara berikut ini:
    • Mengurangi suhu atau penghilangan energi panas
    • Penghilangan bahan bakar
    • Penghilangan atau pengurangan konsentrasi Oksigen
    Mengurangi suhu atau penghilangan energi panas dari komponen segitiga api, pada umumnya cara ini menggunakan air untuk mendinginkan suhu dari bahan bakar hingga mencapai suhu dibawah suhu penyalaanya. Proses ini mencegah bahan bakar untuk menghasilkan uap karena suhu sekitar menurun. Ketika bahan bakar berhenti menghasilkan uap, maka proses kebakaran berhenti. Jika proses pendinginan ini tidak memadai, maka ada potensi bahan bakar tersebut akan terbakar lagi karena suhu sekitar masih tinggi.

    Bahan bakar padat dan cair dengan suhu titik nyala yang rendah dapat dipadamkan dengan pendinginan, akan tetapi uap mudah terbakar mungkin masih terproduksi, jika suhu dari bahan bakar tersebut masih di atas dari suhu titik nyala, sumber panas apapun yang mempunyai cukup energi akan menyebabkan bahan bakar tersebut terbakar kembali.

    Penghilangan bahan bakar dari komponen segitiga api, cara ini merupakan cara yang paling efektif memadamkan api. Sumber bahan bakar dapat dihilangkan dengan cara mengehentikan aliran bahan bakar cair atau gas, contohnya seperti menutup katup (valve) sumber bahan bakar.

    Pada saat kebakaran hutan, tim pemadam kebakaran akan menghilangkan bahan bakar seperti semua tumbuh tumbuhan yang berada di depan api yang belum terbakar, sehingga api tidak tersebar lebih luas. Usaha ini dapat dilakukan dengan menggunakan buldoser atau secara manual dengan menggunakan gergaji untuk menghilangkan semua bahan bakar yang terdapat di jalur kebakaran tersebut.

    Penghilangan atau pengurangan konsentrasi Oksigen, mengurangi jumlah oksigen yang tersedia untuk proses pembakaran dapat mengurangi berkembangnya api dan juga dapat memadamkan secara total api tersebut. Contoh yang sederhana adalah ketika terjadi kebakaran pada wajan atau panci masak, maka dengan meletakkan tutup pada wajan atau panci tersebut dapat memadamkan kebakaran. Contoh lainnya adalah pengurangan konsentrasi oksigen di suatu ruangan tertutup dengan cara membanjiri ruangan tersebut dengan gas inert seperti Karbon Dioksida yang mempunyai berat 1.5 kali dari udara, gas ini akan mengganti oksigen di ruangan tersebut. Karena Karbon Dioksida tidak termasuk dalam proses pembakaran, maka api akan padam dengan adanya Karbon Dioksida. Contoh gas inert lainnya seperti gas Nitrogen. Aplikasi inert untuk suatu bahan bakar akan berbeda antara karbon dioksida dan Nitrogen, sebagai contoh untuk Gasoline, maksimum Oksigen yang harus dicapai ketika menggunakan gas Nitrogen adalah 9% dan jika menggunakan gas inert karbon dioksisa, maka maksimum konsentrasi Oksigen yang harus dicapai adalah 11%.

    Oksigen bisa juga dipisahkan dari bahan bakar dengan menyelimuti bahan dengan busa (foam). Busa tersebut akan menciptakan lapisan di atas permukaan bahan bakar dan menghalangi oksigen terhadap bahan bakar.

    Kedua metode di atas tidak akan efektof terhadap bahan bakar yang mempunya kandungan oksigen di dalam struktur kimianya sehingga ketika di proses pembakaran tetap terjadi dengan menggunakan oksigen internal dari bahan bakar tersebut.

    Demikian sekilas mengenai penjelasan tentang segitiga api yang terdiri dari tiga komponen yang terdiri dari bahan bakar, sumber panas dan Oksigen. Semoga bermanfaat tulisan ini.

    Tulisan lain mengenai konsep segitiga api
    Terjadinya API
    Bahan Bakar
    Oksigen
    Sumber Panas 1, Sumber Panas 2

  • Mengenal efek cerobong asap saat terjadi kebakaran

    By Kusnu → Sunday, September 24, 2017

    Di era penghematan energi ini, banyak bangunan tinggi dibangun dengan konsep sangat rapat dengan meminimalkan jumlah bukaan ke arah luar bangunan. Akibat dari kurangnya ventilasi ini, pergerakan udara panas (asap dan gas beracun) pada saat kebakaran akan dikendalikan oleh pergerakan alami udara normal di dalam bangunan. Pergerakan alami udara normal di dalam bangunan tinggi ini yang dikenal sebagai efek cerobong. 

    Dikenal sebagai efek cerobong (stack effect atau chimney effect) karena terkait pergerakan udara ke arah vertikal dan efek cerobong ini menciptakan pergerakan udara alami di dalam gedung. Efek cerobong ini disebabkan oleh perbedaan suhu antara suhu di dalam bangunan dengan suhu di luar bangunan. Udara dalam bangunan ini akan naik ataupun turun secara bervariasi tergantung dari besarnya perbedaan suhu. Efek ini akan bisa dilihat atau dirasakan pada bangunan dengan tinggi di atas 18 meter dan efek ini akan semakin kuat ketika bangunan tersebut semakin tinggi dan perbedaan suhu semakin besar. 

    Kita asumsikan dulu kondisi awal suhu di luar bangunan lebih dingin di banding dengan suhu di dalam bangunan. Udara yang suhunya lebih dingin kerapatannya meningkat (jarak antara molekulnya merapat) dan di luar tekanannya lebih besar dibanding dengan tekanan dalam bangunan. Secara praktik di lapangan, setiap bangunan pasti mempunyai banyak lubang atau bukaan di beberapa titik sepanjang tinggi bangunan, dan juga terkadang pintu di lantai bawah dalam keadaan terbuka. Melalui celah inilah udara dingin masuk melalui bukaan yang ada di lantai bawah sehingga menyebabkan udara panas dalam bangunan terdorong ke atas.



    Pergerakan udara di dalam bangunan yang mengarah ke atas ini dapat melalui shaft elevator, tangga, dan shaft vertikal lainnya, termasuk kebocoran pada penetrasi tiap lantai. Pergerakan udara ini dipaksa keluar ke atas menuju puncak bangunan melalui bukaan dan celah yang ada di masing masing lantai. Kondisi udara yang lebih dingin diluar menyebabkan sirkulasi udara mengarah ke atas bangunan. 

    Di suatu area di tengah bangunan akan terdapat bidang netral yang merupakan suatu bidang imajiner (lebih dikenal sebagai Neutral pressure plane) dimana tekanan udaranya sama dengan tekanan udara di luar bangunan dengan kondisi tidak terjadi angina. Gambar dibawah menunjukkan gambaran tekanan dan pergerakan udara yang disebabkan oleh efek cerobong ini. Ketika suhu diluar bangunan lebih hangat dibanding dengan suhu di dalam bangunan,maka pergerakan udara akan terbalik, yaitu dari atas ke bawah. 


    perambatan panas konveksi
    Pergerakan udara panas khususnya asap akan dipengaruhi oleh lokasi kebakaran terhadap bidang netral (Neutral pressure plane). Sebagai contoh, jika terjadi kebakaran di lantai bawah dari gedung bertingkat tinggi, buoyancy yang disebabkan oleh perbedaan suhu dari pembakaran akan menghasilkan tekanan yang akan membawa udara panas ke atas. Pada saat suhu udara panas mulai menurun, maka daya penggerak buoyancy pun menurun sampai suhu udara panas mencapai suhu normal lingkungan. Meskipun demikian, efek cerobong membantu membawa udara panas ini ke lantai paling atas dengan cara menarik udara panas dari lokasi kebakaran ke arah atas bangunan melalui shaft, tangga yang terbuka, celah atau bukaan yang ada di lantai lokasi kebakaran tersebut, sehingga lokasi proses terjadinya api akibat penyebaran udara panas menjadi lebih jauh dari lokasi awal kebakaran. Biasanya skenario udara panas akan melewati beberapa lantai langsung menuju area di atas bidang netral. Tekanan terbesar terjadi di bagian teratas dari gedung dan lokasi tersebut lebih berbahaya dibanding lantai yang dekat dekat dengan lokasi kebakaran. Lantai yang berada di dekat bidang netral akan mengalami penyebaran udara panas ini, tetapi konsentrasi nya tidak sebanyak dibanding dengan lantai yang paling atas. Dari sisi fire fighthing, maka area yang berada di atas bidang netral akan mengalami penyebaran panas secara horizontal akibat perbedaan tekanan yang menyebabkan arah udara panas mengarah ke luar.

    Untuk kebakaran di atas bidang netral, tetap akan mengalami perpindahan panas ke arah akibat adanya kebocoran di tiap lantai, konsentrasi udara panas tetap pada lantai yang paling atas. Arah pergerakan udara panas akan mengarah ke luar bangunan akibat tekanan udara di dalam lebih besar dari tekanan di luar.

    Kejadian kebakaran terbaru yang diduga penyebaran apinya akibat efek cerobong adalah kebakaran di Grenfell Tower (24 lantai) di London Barat pada tanggal 14 juni 2017. Kejadian ini mengakibatkan 80 orang meninggal dan 70 cidera. Salah satu ahli fire safety menyatakan bahwa pelapis dinding merupakan sebab penyebaran api yang masif. Terdapat ruang antara pelapis dinding dengan bahan isolasi dinding, sehingga ruang tersebut menghasilkan efek cerobong.


    Grenfeel Tower
    Referensi:
    • Ladwig,, Thomas H. 1990. Industrial Fire Prevention and Protection. Van Nostrand Reinhold
    • Fitzgerald, Robert W. 2004. Building Fire Performace Analysis 1st Edition. Wiley
    • Klinoff, Robert W. 2006. Introduction to Fire Protection 3rd Edition. Cengage Learning
    • Latifah, ST. MT, Nur Laela. 2015. Fisika Bangunan 1. Gaya Kreasi. 
  • Transfer panas secara konveksi dan perannya terhadap kebakaran

    By Kusnu → Tuesday, September 19, 2017

    Postingan kali ini kita akan membahas salah satu metode transfer panas yaitu konveksi. Konveksi merupakan mekanisme utama penyebaran api jika terjadi kebakaran di suatu bangunan, terutama kebakaran di gedung bangunan tinggi. Pada saat dimulai proses terbentuknya api atau kebakaran, terjadi pergerakan udara panas yang luar biasa yang mengarah ke bagian atas struktur dan menjauhi lokasi awal api (panas selalu berjalan ke suhu yang lebih dingin). Pada saat penyebaran, semakin banyak bahan bakar yang terpanaskan sehingga udara panas ini membawa gas mudah terbakar jauh dari lokasi awal api ke lokasi yang lebih banyak oksigennya

    Secara konsep, konveksi adalah distribusi panas atau perpindahan panas dari satu tempat ke tempat lain melalui fluida. Oh ya fluida itu adalah suatu zat yang bisa mengalami perubahan-perubahan bentuknya secara terus menerus bila terkena tekanan atau gaya walaupun relative kecil atau bisa juga dikatakan suatu zat yang mengalir. Fluida mencakup zat cair, gas, air dan udara karena zat ini dapat mengalir dan berubah rubah. Pada umumnya, konveksi terjadi di udara atau cairan, dan pastinya tidak terjadi di material padat. Tetapi konveksi juga berperan untuk perpindahan panas dari material padat ke udara atau gas dan begitu sebaliknya. 



    Sebagai contoh konveksi, ketika air dipanaskan, suhu air dapat cepat meningkat meskipun air mempunyai kemampuan transfer panas yang rendah. Hal ini dikarenakan air yang terpanaskan di bagian bawah wadah mengembang dan menjadi lebih ringan densitasnya (kurang rapat), karena menjadi lebih ringan, maka air yang terpanaskan ini bergerak ke atas dan sisi bawah wadah digantikan oleh air dingin yang lebih besar densitas nya. Contoh lainnya adalah pemanas ruangan, biasanya pemanas ruangan ini berasal dari api kecil yang diletakkan di suatu lokasi di bangunan, panas dari api ini terdistribusi melalui pipa melalui metode konveksi. Cerobong asap juga menerapkan perpindahan panas ini ketika udara panas keluar dari tungku perapian naik ke cerobong.

    Udara Panas tidak dapat bergerak sendiri bila tidak memiliki daya penggerak, sehingga dibutuhkan suatu penggerak dan penggeraknya adalah buoyancy. Daya apung atau Buoyancy terkait dengan molekul udara yang suhunya lebih hangat. Ketika udara dipanaskan maka kerapatannya menurun (jarak antara molekulnya merenggang), sehingga massa jenisnya (massa per satuan volume) menjadi lebih ringan, dan udara pun bergerak (mengapung) ke atas.

    Pada saat terjadi kebakaran di bangunan, udara yang sudah terpanaskan oleh api menjadi berkembang dan menjauhi sumber dan mengarah ke atas, hal ini terkait dengan penjelasan bouyancy di atas. Saat udara panas naik, udara ini membawa asap, gas (termasuk gas beracun) dan produk pembakaran lainnya. Udara panas ini terus naik hingga titik tertinggi dan terhenti ketika terdapat halangan horizontal. Udara panas ini akan menyebar secara horizontal atau mengarah ke samping yang mengakibatkan penyebaran kebakaran menyebar ke area lain. 

    Ilutrasi penyebaran panas konveksi 
    Terkait dengan penyebaran udara panas ini, selain digerakkan oleh daya bouyancy dari hasil proses terjadinya api itu sendiri, penyebaran panas ini dapat menjadi luas akibat adanya pergerakan udara yang disebabkan oleh stack effect dan sistem aliran udara dari bangunan tersebut (contoh HVAC).

    Stack effect atau Chimney effect atau efek cerobong merupakan pergerakan alami udara di bangunan tinggi yang diakibatkan oleh perbedaan suhu antara suhu di dalam bangunan dan di luar bangunan. Udara dalam bangunan ini akan naik ataupun turun secara bervariasi tergantung dari besarnya perbedaan suhu. Efek ini akan bisa dilihat atau dirasakan pada bangunan dengan tinggi di atas 18 meter dan efek ini akan semakin kuat ketika bangunan tersebut semakin tinggi dan perbedaan suhu semakin besar. Kaitannya dengan penyebaran udara panas, stack effect ini membuat penyebaran panas menjadi lebih luas ke arah vertikal, penyebaran vertikal dapat melalui shaft lift, tangga darurat yang terbuka, sistem pendingin udara maupun melalui celah dari penetrasi pipa dan kabel yang mengarah ke lantai atas. Sehingga jika terjadi kebakaran di lantai 1, maka udara panas ini bisa menyebar ke lantai atas dengan cepat dan ada kasus dimana penyebaran panas bisa naik puluhan lantai di atas dari lokasi awal kebakaran.

    Pada kebakaran yang sangat besar, khususnya di area terbuka, pergerakan udara panas ke atas sangat besar dan berkontribusi terhadap terbentuknya badai api (fire storm). Ketika badai api terjadi, terbentuk aliran udara masuk ke arah pusat kebakaran dimana aliran udara ini akan menghisap semua bahan bakar yang ringan yang ada di darat yang akan membuat api menjadi semakin besar. Buoyancy kemudian mengangkat sekumpulan gas hasil pembakaran dan puing puing padat puluhan meter ke atas ke udara. Puing puing padat yang telah terbakar jatuh sebagai sumber api yang baru mengikuti arah angin. Kumpulan gas yang terbakar ini (jika dalam jumlah yang masif) dapat membentuk suatu masa api yang terpisah yang biasa di kenal sebagai fireball. Intensitas kebakaran dari firestorm ini terkadang sangat besar sehingga radiasi panas yang dihasilkan bisa memanaskan bahan bakar ke titik menyalanya yang berjarak jauh dari sumber api.  


    Referensi:

    • DeHaan, John D. 2007. Kirks's Fire Investigation sixth edition. Pearson Prentice Hall
    • Ladwig,, Thomas H. 1990. Industrial Fire Prevention and Protection. Van Nostrand Reinhold
    • Fitzgerald, Robert W. 2004. Building Fire Performace Analysis 1st Edition. Wiley
    • Klinoff, Robert W. 2006. Introduction to Fire Protection 3rd Edition. Cengage Learning
    • Latifah, ST. MT, Nur Laela. 2015. Fisika Bangunan 1. Gaya Kreasi. 
  • Transfer panas secara konduksi dan perannya terhadap kebakaran

    By Kusnu → Tuesday, September 5, 2017

    Transfer panas merupakan faktor penting dalam semua proses terjadinya api dan juga untuk mempertahankan proses tersebut. Ketika melakukan review desain suatu pengendalian resiko kebakaran, konsep transfer panas harus sudah dipahami sehingga pemilihan strategi pengendaliannya tepat sasaran.

    Konduksi atau keterhantaran termal merupakan salah satu dari empat metode dalam transfer panas. Gambaran umum contohnya bisa kita lihat disekitar kita, seperti panci air yang sedang dipanaskan, maka ketika kita memegang bagian metal dari panci tersebut maka akan terasa panas.

    Secara konsep, konduksi merupakan perpindahan energi panas dari sisi panas ke sisi dingin melalui suatu medium benda padat dengan cara transfer energi dari molekul ke molekul terdekat atau dari atom ke atom. 

    Perpindahan panas ini dapat diilustrasikan ketika kita memanaskan suatu batang logam di sisi ujung yang satu dan mengukur suhu di ujung lainnya. Perpindahan panas melalui batang menyebabkan kenaikan suhu di ujung lainnya. Besarnya energi yang pindah melalui batang logam sebanding dengan waktu, luas penampang dan perbedaan suhu antar ujung logam dan berbanding terbalik dengan panjang.

    Laju panas yang dipindahkan melalui suatu material melalui konduksi diukur sebagai konduktivitas termal k dengan satuannya Watt per meter Kelvin (W/(m.K)). Untuk menggambarkan relasi dalam konduktivitias, maka bisa dilihat hubungannya dari persamaan berikut ini


    k = qL/A (T2 - T1) atau q = kA(T2 - T1)/L

    Dimana k adalah konduktivitas termal, L adalah panjang atau jarak dari suatu material dimana panas di konduksikan, A adalah luas penampang area, T2 dan T1 adalah perbedaan suhu antara area panas dan area dingin. Jika kita masukkan suatu parameter yang berbeda beda di persamaan di atas, dapat kita lihat bahwa konduktivitas termal akan lebih cepat jika T2 lebih besar dari T1, Area lebih besar atau jarak konduktiviats pendek.

    Ilustrasi lainnya yang menggambarkan pentingya pengetahuan tentang konduksi dapat dilihat dari perbandingan antara logam dengan kayu di api yang sama. Penyebaran panas di logam sangat cepat, sehingga ketika logam dipanaskan maka area lain yang tidak terpanaskan oleh sumber panas secara langsung akan menjadi panas. Ketika suhu panas yang terjadi melewati suhu penyalaan (ignition temperature) suatu bahan bakar maka bahan bakar yang kontak langsung dengan logam tersebut akan memulai proses terbentuknya api dan terbakar, oleh karena itu terkadang kebakaran dapat terjadi jauh dari sumber awal panas. Berbeda dengan kayu, memang kayu jika dipanasan akan cepat terbakar dan bisa terbakar sangat hebat, tetapi lokasi kebakaran hanya disekitar area tersebut saja karena kayu merupakan konduktor yang buruk sehingga panas tidak menyebar ke area lain yang tidak terpanaskan. Jadi jika bakar di satu sisi papan kayu maka papan kayu tersebut akan terbakar dan menunjukkan sisa pembakaran di satu sisi saja, tetapi di sisi lainnya masih terlihat normal saja dan tidak terbakar.
    api konduksi

    Pengetahuan dan pemahaman tentang konduktivitas termal juga sangat penting terkait dengan tahap perkembangan api dan juga konsekuensi yang besar dari konduktivitas termal tersebut. Konduktivitas termal untuk beberapa bahan bakar mudah terbakar seperti kayu, plastik foam ataupun kertas sangat rendah, sehingga ketika panas di paparkan pada permukaan bahan bakar tersebut maka panas akan berkumpul di satu area tersebut saja dan tidak menyebar sehingga dengan berkumpulnya panas di satu area tersebut maka akumulasi panas yang ditimbulkan akan melebih suhu penyalaan. Berbeda dengan logam, konduktivitas termal nya tinggi sehingga penyebaran panas sangat cepat sehingga panas yang terpapar di logam tersebut akan memudar cepat apalagi jika terdapat banyak logam di area tersebut. Karena cepat menyebar dan panasnya memudar cepat, maka susah untuk menghasilkan suhu yang berada di atas suhu penyalaan.



    Tembaga mempunyai konduksi termal 2000 kali lebih efisiensi di banding kayu. Jika kita lihat setelah kebakaran, maka copper tidak terdampak signifikan kerusakannya jika dibandingkan dengan kayu. Biasanyan bahan isolasi kabel copper akan rusak tidak terlalu jauh dari sumber panas. Dampak kayu setelah kebakaran akan sangat masif, kayu yang terpapar panas langsung akan rusak berat tetapi biasanya kerusakan hanya akan di area tersebut saja, area lain yang tidak terpapar panas langsung bisa saja tidak rusak sama sekali. Tapi perlu diingat dari gambaran diatas adalah hanya contoh gambaran penyebaran panas 'hanya' melalui konduksi saja.

    Konduksi termal tidak bisa sepenuhnya dicegah dengan bahan isolasi panas. Pindahnya panas tidak seperti air mengalir yang bisa ditahan oleh pembatas. Seberapa pun tebalnya bahan isolasi panas, tetap masih tidak cukup untuk mecegah penyalaan. Jika kecepatan penyebaran panas lebih besar dibanding dengan penguapan panas maka pada akhirnya akan menyentuh suhu penyalaan. Minimal ada jarak pemisah secara fisik sehingga panas yang terkonduksi akan berpindah ke panas konveksi melalui udara, cara ini lebih baik dari pada hanya menggunakan bahan isolasi panas dalam rangka pengendalian potensi kebakaran akibat konduksi panas. Memang secara praktek metode pencegahan ini tidak bisa diaplikasikan di beberapa proses sistem, tetapi setidaknya konsep sudah dipahami sehingga kita bisa menentukan pengendalian yang tepat   


    api konduksi
    Ilustrasi Hot Work
    Biasanya, konduksi yang terkait logam akan menjadi masalah ketika aktivitas hot work (seperti mengelas). Paparan panas yang terus menerus akan menyebar ke area lainnya, sehingga terkadang jika ada pekerjaan hot work pada material logam (contohnya pipa), maka harus dipastikan apakah ada bahan bakar yang dilalui oleh logam tersebut atau tidak, sehingga potensi kebakaran tidak terjadi di area lain.

    Referensi:
    • DeHaan, John D. 2007. Kirks's Fire Investigation sixth edition. Pearson Prentice Hall
    • Cote P.E., Arthur. 2003. Fire Protection Handbook Nineteenth Edition Volume I & II. NFPA
    • Ladwig,, Thomas H. 1990. Industrial Fire Prevention and Protection. Van Nostrand Reinhold

  • Melihat proses pembakaran (combustion) atau terbentuknya api dari lilin

    By Kusnu → Monday, August 28, 2017

    LILIN yang terbakar dan menyala adalah contoh termudah untuk melihat proses terjadinya api dan transfer panas. Lilin secara simpel mendemonstrasikan proses dan fenomena fisik dari transfer panas.

    Meskipun api lilin terlihat simpel, tetapi kenyataanya terdapat rangkaian dari reaksi kompleks dengan semua komponen yang berbeda ketika lilin bereaksi dengan udara dan panas.

    Pada saat lilin dipicu untuk terbakar dengan cara diberikan sumber panas dari luar, maka terbentuk suatu kolam dari lilin yang meleleh yang terbentuk di dasar sumbu lilin. Kolam ini harus terbentuk, termasuk panjang sumbu yang cukup agar lilin bisa terbakar. Cairan lilin ini kemudian mengalir naik ke bagian atas sumbu akibat dari fenomena kapilaritas. Cairan lilin yang naik ini mulai menguap akibat adanya sumber panas dari luar dan membentuk gas dan kemudian proses terbentuknya api dimulai.

    Ketika sumber panas dari luar dihilangkan, lilin masih tetap bisa mempertahankan proses pembakarannya akibat dari panas yang tertransfer balik secara konduksi dan radiasi. Panas ini yang bertugas mempertahankan keberadaan kolam lilin cair. Cairan lilin terus berlanjut mengalir naik ke bagian atas sumbu dimana cairan ini menguap akibat dari panas yang intens dari api lilin dan bercampur dengan oksigen di udara. Kelebihan panas dari proses tersebut dilepaskan melalui konduksi dan radiasi, meskipun sebagian besar cairan lilin yang meleleh akibat dari transfer panas konduksi.



    Jika kita lihat secara lebih detail pada api di lilin, maka akan terlihat bagian api tidak menyentuh sumbu maupun kolam lilin, terlihat seperti menggantung sedikit ke atas. Area antara api dan sumbu merupakan area dimana oksigen membaur ke uap lilin yang telah dipanaskan dan membentuk gas mudah terbakar. Sebagian besar cahaya berasal dari bagian atas api dimana di bagian ini partikel karbon yang telah dipanaskan sampai berpijar yang kemudian memasuki proses pembakaran dengan oksigen dari udara. Di ujung api, hampir sebagian besar partikel karbon telah dikonsumsi dan produk hasil dari pembakaran yang sebagian besar merupakan air dan karbon dioksida telah dikeluarkan juga.

    Di titik ini, sangat mudah menvisualkan bagaimana proses pembakaran itu dapat ditingkatkan maupun dikurangkan dengan cara penyusunan dari bahan bakar itu sendiri. Ketika bahan bakar disusun sedemikian dekat untuk meningkatkan transfer balik panas, maka api akan membesar, jika bahan bakar tersebar dan terpisah pisah, maka api akan mengecil

    terjadinya api lilin
          

    Referensi:
    • Ladwig,, Thomas H. 1990. Industrial Fire Prevention and Protection. Van Nostrand Reinhold
    • Shackelford, Ray. 2008. Fire Behavior and Combustion Processes 1st Edition. Delmar Cengage Learning
  • Apa yang dimaksud dengan Oksidator? bagaimana hubungannya dengan proses api maupun pembakaran

    By Kusnu → Sunday, August 13, 2017

    Api dan oksidator

    Oksigen merupakan pembentuk proses terjadinya api yang secara natural selalu tersedia di sekitar kita sehingga menjadikan salah satu elemen segitiga api yang tersulit untuk dikendalikan dalam hal pencegahan kebakaran. Oksigen secara umum sudah dalam bentuk gas. Udara di sekitar kita merupakan campuran dari beberapa komponen yang terdiri dari 21% oksigen, 78% nitrogen dan sisanya terdiri dari komponen gas lainnya. Karena udara merupakan campuran dan bukan senyawa, maka keberaadan oksigen selalu tersedia di udara.  

    Hampir sebagian kebakaran yang terjadi berada dalam level 21% oksigen. 

    Setiap bahan bakar membutuhkan jumlah oksigen yang berbeda. Bahan bakar padat bisa membutuhkan 4 s/d 5% untuk surface smoldering dan sekitar 2% untuk deep-seated smoldering. Acetylene hanya memerlukan kurang dari 4% dan bahan bakar hydrocarbon membutuhkan lebih dari 15 % oksigen untuk terbakar.

    Sumber Oksigen ternyata bukan hanya dari udara saja, tetapi oksigen juga dapat tersedia secara kimia yang biasa dinamakan sebagai oksidator. Oksidator adalah zat yang berkembang atau menghasilkan oksigen, baik di suhu lingkungan normal maupun ketika terpapar panas. contoh umum oksidator yaitu hypochlorates, oxides, peroxides dan tabung oksigen.

    Dalam melakukan review atau mendesain keselamatan kebakaran suatu fasilitas, keberadaan oksidator terutama jika ada tempat penyimpanan dalam jumlah banyak harus diawasi secara ekstra dan dilakukan pengendalian terutama pengendalian pencegahan seperti larangan merokok di area yang terdapat oksidator. Kenapa perlu diawasi secara ekstra hati hati?, karena oksidator bisa menambah level oksigen diatas 21% pada proses kebakaran yang bisa menyebabkan bahan bakar menjadi lebih mudah terbakar, penyebaran api menjadi lebih cepat dan tentunya api menjadi lebih besar sehingga pengendalian api menjadi tidak efektif

    Atmosfir dengan level oksigen yang besar atau di atas 21% dapat terjadi ketika suatu campuran kimia tertentu bercampur dengan bahan bakar. Sebagai contoh, zat yang akan melepas oksigen ketika dipanaskan adalah senyawa klorinasi yang berupa calcium hypochlorite. Ketika zat ini dipanaskan oleh panas yang pada umumnya berasal dari kebakaran, oksigen dalam zat ini akan terlepas dan memperkaya atmosfir dengan oksigen. Contoh lain oksidator adalah amonium nitrat yang biasa digunakan di pupuk.

    Oksidator pada dasarnya bukan zat yang mudah terbakar, tetapi bertanggung jawab terhadap dua komponen dari segi empat api yaitu komponen oksidator dan sumber panas. Ketika terdekomposisi zat oksidator ini, mereka tidak hanya melepas oksigen, tetapi juga dapat menghasilkan cukup panas untuk memulai pembakaran atau penyalaan terhadap bahan bakar yang terdekat. Dekomposisi ini selain di bisa dimulai oleh panas tetapi bisa juga dimulai oleh sejumlah kecil air atau bercampur dengan material yang tidak sesuai.

    Material material yang tidak sesuai yang dapat memulai dekomposisi termasuk cat, oli, pelumas dan hidrokarbon lainnya.

    Salah contoh lain dari penggunaan oksidator amonium nitrat adalah pada saat pengeboman gedung federal di kota oklahoma tanggal 19 april 1995 yang menewaskan 286 orang. Pengebom mencampur amonium nitrat yang dicampur dengan bahan bakar minyak untuk dijadikan sebagai bahan peledak.


    Gedung Federal kota Oklahoma
      
    Oksigen dan oksidator bereaksi berbahaya dengan bahan bakar berbasis hidrokarbon. Reaksi ini dapat menciptakan panas yang cukup untuk memulai suatu penyalaan (ignition) atau terjadinya api  

    Elemen lain yang dapat menggantikan posisi oksigen dalam proses reaksi pembakaran adalah fluorin dan klorin. Keduanya sudah dalam bentuk gas sama dengan oksigen. Florin merupakan oksidator yang kuat bahkan lebih kuat dari oksigen, jika terjadi kebakaran di suatu area dengan atmosfir yang kaya dengan florin, maka proses pembakaran akan sangat cepat dibandingkan dengan proses pembakaran yang terjadi di atmosfir udara normal.



    Pada saat proses pembakaran atau proses terbentuknya api, oksigen di lingkungan terdekat akan terkonsumsi oleh proses tersebut, tetapi ketika lingkungan tersebut tertutup dan suplai oksigen terbatas, maka proses pembakaran akan berubah dan proses pembakaran menjadi tidak selesai dan api akan padam, biasanya akan diikuti suatu fenomena kebakaran yang dinamakan backdraft. Terkonsumsinya oksigen oleh proses pembakaran selain mengakibatkan kemampuan oksigen untuk mendukung pembakaran menjadi berkurang, tetapi juga berbahaya bagi manusia karena mengakibatkan menurunnya kemampuan manusia untuk bernapas atau bertahan hidup. 

    Tekait bahaya berkurangnya oksigen terhadap manusia, terdapat salah satu alat pemadam kebakaran yang berbahaya bagi manusia karena alat tersebut berfungsi untuk menurunkan konsentrasi oksigen di udara, salah satu contohnya CO2 suppression system, sehingga biasanya di area yang diproteksi dengan CO2 suppression system selalu dipasang tanda berbahaya bagi manusia.

    Sebagai tambahan informasi, manusia akan mulai terpengaruh ketika konsentrasi oksigen dilevel 15%. Pada konsentrasi 10%, akan berdampak pada kemampuan untuk membuat penilaian dan bibir mulai membiru. Level 8 % ke bawah akan berakibat fatal

    Referensi:

    • DeHaan, John D. 2007. Kirks's Fire Investigation sixth edition. Pearson Prentice 
    • HallSchroll, R. Craig. 2002. Industrial Fire Protection Handbook second edition. CRC Press
    • Cote P.E., Arthur. 2003. Fire Protection Handbook Nineteenth Edition Volume I & II. NFPA
    • Ladwig,, Thomas H. 1990. Industrial Fire Prevention and Protection. Van Nostrand Reinhold
    • Shackelford, Ray. 2008. Fire Behavior and Combustion Processes 1st Edition. Delmar Cengage Learning
    • FM Global Data Sheet 7-52 Oxygen January 2012

  • Mengenal dan memahami proses terbentuk dan terjadinya Api

    By Kusnu → Tuesday, August 8, 2017
    proses terjadinya api

    Kecil menjadi teman, Besar menjadi lawan, itulah kira kira analogi API. Api bisa mendatangkan keuntungan jika terkendali dan bisa juga mendatangkan kerugian ketika api itu tidak terkendali.

    Mengutip peribahasa "Tak kenal maka tak sayang", maka sebaiknya kita mulai berkenalan dengan api dan prosesnya agar kita paham apa itu api. Mengerti dan mengenal tipe api dan karakteristiknya merupakan hal yang fundamental dalam pengelolaan resiko kebakaran.

    Api adalah hasil dari proses kebakaran maupun pembakaran. Lalu apa bedanya ya antara kebakaran dan pembakaran???.. terdapat perbedaan pengertian antara arti fire (kebakaran) dan combustion (pembakaran), meski proses nya sama, tetapi pembakaran merupakan proses yang terkendali dengan kenaikan suhu secara bertahap. Berbeda dengan kebakaran, kebakaran adalah api yang tidak terkendali atau yang kehadirannya tidak diharapkan dan bisa menciptakan dampak catastrophic (contohnya menyebabkan kematian). 

    Api merupakan reaksi kimia berkelanjutan antara bahan bakar dengan oksigen diiringi dengan kenaikan suhu dan kemunculan cahaya. Proses reaksi ini biasanya terkait dengan teroksidasinya bahan bakar oleh oksigen yang ada di atmosfir, akan tetapi ada beberapa bahan bakar yang sudah mengandung oksigen.

    Terdapat dua jenis api yaitu menyala (flaming) dan membara (smoldering). Api menyala adalah proses pembakaran yang melibatkan gas (bahan bakar dan oksidator dalam bentuk gas), contohnya adalah ketika kita menyalakan lilin. Api membara melibatkan permukaan dari bahan bakar padat dengan gas oksidator (biasanya oksigen di udara). Hampir semua kerusakan akibat kebakaran adalah jenis api menyala, contohnya adalah arang. Tetapi yang harus diingat adalah api menyala biasanya diawali dengan api membara yang kecil. 





    Pada masa lalu, proses pembentukan api digambarkan oleh tiga komponen yang dibutuhkan proses kebakaran maupun pembakaran untuk terjadi. Komponen pertama adalah oksidator, pada umumnya oksidator pada proses kebakaran adalah oksigen. Oksigen harus berada dalam komposisi yang tepat (antara 16% dan 21% terhadap udara) untuk mendukung proses ini. Komponen kedua adalah material yang bisa terbakar atau bahan bakar. Bahan bakar dapat berupa gas (contoh gas methane), zat cair (contoh bensin) atau zat padat (contoh kayu) Komponen ketiga adalah energi panas atau sumber penyalaan dengan energi panas yang cukup untuk menaikkan suhu bahan bakar ke suhu penyalaannya. Ketiga komponen ini biasa dikenal sebagai segitiga api.

    Seiring dengan waktu, segitiga api yang menggambarkan tiga komponen proses pembentukan api digantikan oleh gambaran baru yaitu segi empat api (fire tetrahedron) dimana terdapat komponen baru yaitu reaksi berantai kimia. Reaksi berantai kimia ini terjadi ketika bahan bakar mulai terurai atau terpecah oleh panas. Peneliti menemukan bahwa keberlangsungan pembakaran bahan bakar dipengaruhi oleh sebagian panas (sekitar 13%) hasil pembakaran yang di transfer balik ke bahan bakar, sehingga menyebabkan bahan bakar mulai terurai dan melepaskan suatu "spesies" yaitu suatu radikal bebas (suatu atom atau sekumpulan atom yang tidak stabil dan harus bergabung dengan atom lain untuk mencapai kestabilan) dan terproduksi komponen gas mudah terbakar. Proses penguapan dapat terjadi dengan atau tanpa dekomposisi kimia, jika dekomposisi kimia terjadi maka proses ini dikenal sebagai pyrolysis (Pyrolysis adalah proses pemecahan bahan bakar padat menjadi komponen gas ketika dipanaskan).

    Ketika proses pembentukan api dimulai, maka proses ini akan terus berlangsung sampai salah satu kondisi dibawah terjadi:
    • Bahan bakar habis terkonsumsi
    • Konsentrasi komponen oksidasi di bawah dari level yang dibutuhkan untuk mendukung proses pembakaran. Salah satu contohnya pemadaman menggunakan gas inert.
    • Energi panas dengan jumlah yang cukup mendukung proses terjadinya api telah dihilangkan atau dicegah untuk kontak dengan bahan bakar. Salah satu contoh mengurangi energi panas adalah mengaplikasikan air untuk penyerapan panas.
    • Proses pembentukan api dihalangi secara kimia atau didinginkan ke suhu yang cukup untuk mencegah reaksi pembakaran lebih lanjut. Salah satu contoh dengan menggunakan sistem pemadaman yang bekerja dengan memasukkan unsur kimia ke dalam proses pembakaran
    Penemuan dari penelitian ini berujung pada pengembangan model baru yang menggambarkan keempat proses dan dengan juga memasukkan tambahan reaksi kimia berkelanjutan di dalam model baru tersebut


    terbentuknya segi tiga api

    Proses pembentukan api secara spontan atau penyalaan sendiri (auto ignition)
    Proses ini mempunyai sedikit perbedaan proses normalnya dimana proses ini tidak memerlukan sumber penyalaan untuk terjadinya proses pembentukan api. Dalam proses pembakaran spontan tersebut, bahan bakar memanaskan dirinya sendiri ke titik suhu penyalaan sendiri sebelum mulai proses pembakaran. Sebagai contoh batubara, batubara adalah material pada berpori dimana udara dapat masuk dan menyatu dalam material tersebut, tetapi panas yang di hasilkan terperangkap akibat dari sifat batubara itu sendiri. Saat batubara mulai panas akibat dari panas yang terperangkap di dalam batubara, suhu yang dihasilkan menyentuh suhu penyalaan dan proses pembakaran terjadi.

    Meski secara teori terlihat simpel, tetapi proses terbentuknya api banyak dipengaruhi banyak faktor seperti aliran udara, suhu lingkungan, konsentrasi bahan bakar, bentuk dan ukuran bahan bakar dll.


    Dalam proses kebakaran maupun pembakaran, terdapat produk yang dihasilkan dari proses ini sebagai hasil reaksi antara oksidator, bahan bakar dan sumber panas. Produk tersebut adalah :
    • Panas
    • Cahaya
    • Asap
    • Gas Api
    • Efek Fisiologis
    • Efek racun dari Gas Api
    Setelah kita mengetahui proses terjadinya kebakaran, maka kita akan bisa menentukan pengendalian untuk mengelola resiko kebakaran ke level resiko yang bisa terima dengan menerapkan beberapa pengendalian resiko. Kegagalan dalam pengelolaan resiko dapat berakibat fatal seperti kematian, kerusakan properti hingga terganggunya proses produksi. Semoga postingan ini bisa membantu kita untuk mengendalikan resiko kebakaran

    Referensi:
    • DeHaan, John D. 2007. Kirks's Fire Investigation sixth edition. Pearson Prentice Hall
    • Schroll, R. Craig. 2002. Industrial Fire Protection Handbook second edition. CRC Press
    • Cote P.E., Arthur. 2003. Fire Protection Handbook Nineteenth Edition Volume I & II. NFPA
    • Ladwig,, Thomas H. 1990. Industrial Fire Prevention and Protection. Van Nostrand Reinhold
    • Shackelford, Ray. 2008. Fire Behavior and Combustion Processes 1st Edition. Delmar Cengage Learning