Posting Terbaru

Daftar Post Terbaru

Prinsip Api Kebakaran

APAR

Sumber Bahaya Panas

Hot Topic

Bahan bakar api

Elemen Api Oksidator

Resiko Kebakaran

Recent Posts

  • Kapan Concealed Space Membutuhkan Sistem Proteksi Sprinkler?

    By Kusnu → Friday, July 13, 2018



    KAPAN CONCEALED SPACE MEMBUTUHKAN PROTEKSI SPRINKLER?

    Sebuah pertanyaan umum ketika suatu ruangan mempunyai CONCEALED SPACE atau jika didefinisikan berupa ruang tersembunyi yang berada di antara plafon dan floor slab (permukaan bawah lantai di atas plafon). Lalu apa hubungannya sprinkler dengan ruang tersebut yang pada umumnya tidak ada material yang dapat terbakar tersebut. Pertanyaan ini umumnya terkait dengan suatu standar proteksi kebakaran yaitu NFPA 13 (Installation of Sprinkler System). 

    Ketika kita berjalan di setiap gedung perkantoran, rumah sakit, atau properti komersial lainnya dengan model plafon yang menggantung, kita mungkin akan sering melihat sistem sprinkler yang memproteksi area atau ruangan di bawah plafon. Pertanyaannya adalah, apakah sprinkler diperlukan untuk ruang di atas?, jika merefer ke Chapter 8.15.1.2 (Installation Requirement – Concealed Space) dari NFPA 13 (2016 edition saat saya menulis blog ini), Chapter ini bisa menjadi panduan kita karena chapter ini menyediakan daftar persyaratan tentang concealed space atau ruang tersembunyi di atas plafon yang tidak membutuhkan sistem proteksi sprinkler. Kode di NFPA untuk panduan ini dimulai dari 8.15.1.2.1 hingga 8.15.1.2.18 dan 8.15.6, tetapi jika dibaca daftar ini maka kemungkinan akan bingung dan malah bertanya kapan tepatnya concealed space dipasang sistem sprinkler. 

    NFPA 13 memungkinkan kita untuk tidak memasang sistem sprinkler di concealed space yang terbentuk atau terbuat dari material yang tidak dapat terbakar dan atau dari material yang dapat terbakar selama material tersebut dalam jumlah yang sedikit. Dengan kata lain, ketika concealed space tidak memiliki sistem sprinkler, maka lantai, plafon, dinding, dan elemen struktur ruang tersebut harus terbuat dari material yang tidak dapat terbakar atau material yang dapat terbakar tetapi dengan jumlah yang sangat terbatas. Ini bukan berarti melarang material lain yang dapat terbakar untuk berada di concealed space, tetapi bisa dikatakan boleh dengan syarat selama material tersebut tidak menjadi material utama dari lantai, plafon, dinding, atau elemen struktural, dan juga tidak memiliki kuantitas dimana jumlah material tersebut tidak dapat lagi dianggap "minimal".

    Yang menjadi perhatian adalah bahwa material lain yang dapat terbakar tersebut bisa menyebarkan api melalui concealed space dan bisa memungkinkan api menyebar luas melalui gedung dan berpindah dari ruang ke ruang, lantai ke lantai. Material seperti cables ties atau end caps dari cable tray di concealed space tidak cukup untuk menyebarkan api melalui ruang tersebut. Begitu juga beberapa kabel komputer yang digelar di concealed space pun tidak akan menyebarkan api melalui ruang tersebut.

    Tetapi di satu waktu, beberapa kabel ini dapat menjadi lusinan, dan lusinan dapat menjadi ratusan, dan dalam hal ini kita akan memiliki situasi di mana jumlah material dapat terbakar tersebut tidak bisa lagi dianggap minimal. Di beberapa bangunan, kabel ini dapat mempunyai total berat puluhan kg dan memiliki kemampuan untuk menyebarkan api melalui concealed space. Sehingga dalam hal ini, concealed space tersebut akan membutuhkan sistem sprinkler jike merefer ke NFPA 13. Standar ini juga memungkinkan dipasang sistem proteksi sprinkler di concealed space hanya pada area di atas material yang dapat terbakar jika concealed space terbatas pada area tertentu di dalam ruang tersebut.

    Panduan yang jelas mengenai kapan proteksi sistem sprinkler diperlukan di concealed space sulit untuk diinterprestasikan atau dipahami. Komite Teknis NFPA 13 tidak dapat mencapai konsensus tentang batasan jelas antara concealed space yang mempunyai jumlah terukur material yang dapat terbakar untuk diperlukan pemasangan sistem sprinkler dengan concealed space yang tidak memerlukan pemasangan sistem sprinkler. Oleh karena itu, keputusan harus dievaluasi berdasarkan kasus per kasus terhadap potensi resiko yang akan terjadi, termasuk dari jumlah material yang dapat terbakar. 

    NFPA 13 di point 8.15.1.2.1 mempunyai kalimat yang penting karena di chapter ini menginformasikan kepada kita bahwa sejumlah kecil material yang dapat terbakar diizinkan di concealed space yang tidak diproteksi oleh sistem proteksi sprinkler. Tanpa kalimat ini di NFPA 13, beberapa user akan mengartikan semua concealed space harus mempunyai sistem proteksi sprinkler ketika terdapat material yang dapat terbakar dalam jumlah berapa pun, betapapun kecil jumlahnya.

    Komite yang bertanggung jawab atas kalimat di 8.15.1.2.1 ini ingin mencegah pendekatan yang berat yang akan memukul rata semua kondisi untuk harus pasang sistem proteksi jika terdapat material yang dapat terbakar. Hal ini penting karena akan berpengaruh pada perhitungan hydraulic dari sistem sprinkler itu sendiri

    Pada akhirnya, keputusan tetap pada pemilik area atau badan yang mempunyai tugas untuk memastikan terpatuhinya standar keselamatan suatu gedung. Ketika kontraktor dan engineer tidak yakin apakah yang mereka lihat pada rencana awal untuk concealed space dianggap memiliki material yang dapat terbakar dalam jumlah minimal atau tidak, maka mereka harus menghubungi pemilik area atau badan tersebut untuk konfirmasi. Menunggu hingga pekerjaan semua selesai dipasang dan berharap interprestasi anda benar merupakan keputusan ekonomi yang tidak bijaksana.

    Sehingga untuk menjawab pertanyaan utama di atas adalah harus melalui review kasus per kasus sambil dikombinasikan dengan NFPA 13 chapter 8.15.1.2 untuk menentukan apakah concealed space memerlukan sprinkler atau tidak. Dan juga manajemen perubahan juga harus diterapkan agar ketika pada awalnya concealed space tersebut hanya berisi sedikt material yang dapat terbakar dan seiring dengan waktu menjadi banyak dapat teridentifikasi dan ditentukan apakah "saat itu" diperlukan tambahan sistem proteksi di area tersebut

    Tulisan ini berasal dari Journal NFPA dan tambahan sedikit informasi dari saya dengan tanpa mengurangi tujuan utama dari journal tersebut di tulis. Sehingga journal ini bisa mudah dipahami oleh teman teman. Terimakasih

    Join MyChannel for Database of EHS and Fire Safety

    https://t.me/joinchat/AAAAAEZrpR1mf-qNHEdx-g

    Sumber:
    https://www.nfpa.org/News-and-Research/Publications/NFPA-Journal/2018/July-August-2018/In-Compliance/NFPA-13


  • Pengelolaan Impairment untuk memastikan sistem proteksi bekerja saat dibutuhkan

    By Kusnu → Saturday, July 7, 2018


    Sabtu pagi tanggal 21 juli 2007, Massachusetts USA, kebakaran terjadi di bangunan bekas pabrik benang yang bersejarah dan juga merupakan pabrik benang terbesar ketiga di Amerika serikat. Bangunan tersebut ditempati 56 toko. Sekitar 600 tim damkar meresppon kebakaran tersebut, tetapi lokasi tersebut mengalami total loss. Di perlukan sekitar 3 hari untuk memadamkan api. Dampak finansial akibat kebakaran ini ditaksir sekitar USD 26 juta. Diduga kebakaran terjadi akibat pekerjaan pengelasan yang dilakukan di basement sehari sebelum terjadi kebakaran. Pada saat kebakaran, gedung sedang tutup. Bangunan tersebut dilengkapi dengan sistem sprinkler, tetapi pada saat kebakaran, valve sistem sprinkler tersebut tertutup dan terkunci. Dengan tidak adanya air untuk mensuplai sistem sprinkler maka api dapat cepat membesar dan menyebar. Tidak ada pemberitahuan penutupan valve tersebut ke tim pemadam kabakaran lokal seperti yang disyaratkan oleh peraturan pemerintah lokal di area tersebut.


    Massachusetts USA, Pabrik Benang

    Ketika kita mempunyai sistem proteksi kebakaran seperti sistem sprinkler, carbon dioxide gas, clean-agent gas, deluge water spray, water mist dll, pasti kita berharap sistem sistem tersebut berfungsi memadamkan atau mengendalikan api ketika kebakaran terjadi. Keefektifan dari sistem proteksi kebakaran dalam memadamkan api tergantung pada air atau gas yang akan mengalir ke area yang mengalami kebakaran melalui jaringan pipa. Jika salah satu valve yang berada di suatu tempat di jaringan pipa tertutup dapat menyebabkan air ataupun gas tersebut tidak dapat mengalir ke area yang mengalami kebakaran. Menurunkan sebagian atau seluruh fungsi sistem proteksi kebakaran dengan tertutupnya valve akan menciptakan suatu bahaya baru yang bernama shut-valve hazard.

    Pada saat terjadi kebakaran dan sistem proteksi kebakaran saat itu sedang mengalami pelemahan sistem atau lebih dikenal dengan istilah impairment (dari sini saya akan menggunakan istilah impairment untuk penulisan seterusnya), maka api akan dapat berkembang dan membesar tanpa terdeteksi dimana berkembangnya api ini sudah diluar kemampuan dari sistem proteksi kebakaran yang terpasang, meskipun anda sudah bisa membuka valve tersebut tetapi tetap akan menghasilkan total loss.

    Berikut 3 contoh lain kasus yang menggambarkan kebakaran dapat menjadi besar dan merusak ketika valve sistem proteksi kebakaran tertutup. Pada faktanya, suatu bangunan yang mempunyai sistem proteksi kebakaran seperti sprinkler dan tertutup valvenya dapat mengalami kerusakan yang lebih parah dibandingkan dengan bangunan yang tidak mempunyai sistem proteksi sprinkler. Hal ini dikarenakan prosedur jika terjadi kebakaran menggunakan asumsi bahwa sprinkler akan mendeteksi kebakaran lebih awal dan mengendalikan penyebaran apinya sambil menunggu tim pemadam kebakaran tiba atau sampai persiapan pemadaman api secara manual disiapkan, sehingga ketika asumsi sprinkler itu akan bekerja meski pada kenyataan tidak bekerja karena valvenya tertutup akan mengakibatkan kerugian menjadi lebih besar. 

    Contoh 1:
    Sistem sprinkler telah dimatikan (valve ditutup) setelah terjadi kebakaran kecil di sebuah pabrik dimana diperkirakan kebakaran telah dipadamkan oleh tiga head sprinkler yang pecah dan pemadaman manual menggunakan hose oleh pegawai pabrik. Sistem sprinkler tidak dikembalikan lagi ke posisi normalnya dan tim pemadam kebakaran local tidak diberitahu mengenai kejadian ini. Api kemudian menyala kembali, menjadi besar dan menyebar ke area yang diluar kemampuan dari sistem sprinkler tersebut, meskipun pegawai pabrik tersebut berhasil membuka valve sistem sprinkler tersebut setelah mereka menemukan api kembali menyala dan membesar. Kerugian akibat kerusakan kebakaran diperkirakan mencapai USD 84 juta

    Contoh 2:
    Api berawal di suatu area dari suatu fasilitas dimana sistem sprinkler tidak matikan selama satu tahun akibat menunggu untuk diperbaiki. Kerugian yang diakibatkan berkisar USD 13 juta 

    Contoh 3:
    Api berawal di tempat pemotongan kayu yang sedang tidak beroperasi. Meskipun sistem sprinkler terdapat di area tersebut, tetapi sistem sprinkler tidak dapat berfungsi dikarenakan sistem sprinkler membeku dimana kerugian yang diakibatkan berkisar USD 8 juta

    Mengutip data dari asuransi FM Global, tiap tahun FM Global engineer menemukan sekitar 1000 valve sistem kebakaran yang tertutup dan impaired sistem kebakaran. Dalam survey yang dilakukan antara tahun 1995 dan 1999, FM Global Engineer menemukan sekitar 3800 valve sistem proteksi kebakaran yang tertutup penuh maupun setengah tertutup dimana 64% dari valve tersebut tidak ditemukan rantai gembok untuk mengunci posisi valve tersebut ataupun tamper switch. Sekitar19% valve ditemukan rantai gembok saat ditemukan, 13% dilengkapi dengan tamper switch dan 4% ditemukan mempunyai keduanya. Hal ini menunjukkan bahwa dengan memberikan rantai gembok ataupun tamper switch tidak menjamin valve sistem proteksi kebakaran tidak akan tertutup atau impaired. Sebagai tambahan, 60% dari 3800 valve ditemukan pada valve yang berada di dalam bangunan.

    Pada umumnya valve sistem proteksi kebakaran di tutup atau tertutup dikarenakan hal hal berikut ini:
    • Sistem sprinkler sedang dalam perbaikan
    • Sedang ada perubahan bangunan
    • Aktivitas pemeliharaan (maintenance)
    • Cuaca dingin
    • Error (tidak menyadari jika valve tersebut merupakan bagian dari sistem proteksi kebakaran)
    • Sabotase

    Hasil studi menunjukkan bahwa dengan tidak adanya manajemen impairment dan tindak lanjut hasil inspeksi akan bisa mengakibatkan valve sistem proteksi kebakaran ditutup untuk perbaikan dan lupa untuk dibuka kembali. Data menunjukkan bahwa valve yang dikatakan tertutup sementara biasanya akan tetap tertutup selama mingguan, bulanan bahkan tahunan.

    Kebakaran memang tidak bisa 100% di cegah, tetapi ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk memastikan sistem proteksi kebakaran di bangunan atau fasilitas anda siap berfungsi ketika dibutuhkan. Pada kondisi normal, pemastian bahwa valve dalam kondisi terbuka 100% adalah sangat penting. Dan sama pentingnya dalam memahami konsep dasar bagaimana dan kapan melakukan inspeksi dan mengelola impairment ketika sistem proteksi kebakaran akan dimatikan sementara.

    Berikut langkah langkah yang dapat diambil untuk memastikan bangunan atau fasilitas anda terhindar dari shut-valve hazard:
    • Kunci semua valve dalam kondisi valve terbuka dengan menggunakan rantai gembok
    • Lakukan rutin inspeksi dan catat hasil inspeksinya
    • Pengawasan terhadap valve impairment

    Penguncian Valve

    Mengunci valve dalam kondisi valve terbuka 100% membantu memastikan aliran air maupun gas yang diperlukan oleh sistem proteksi kebakaran untuk memadamkan maupun mengendalikan kebakaran. Berikut panduan untuk melakukannya:
    • Pastikan valve sistem proteksi kebakaran dalam kondisi terbuka 100% dan kemudian amankan valve terhadap pihak yang tidak bertanggung jawab dengan cara mengunci valve tersebut (untuk ukuran valve 1.5 inch atau kurang disarankan menggunakan wire seal)
    • Kunci semua valve suplai air sistem proteksi kebakaran yang mempunyai ukuran di atas 1.5 inch atau valve yang mensuplai air lebih dari 5 sistem sprinkler
    • Pastikan gembok, rantai ataupun wire seal terbuat dari material yang sulit untuk dirusak oleh alat biasa. Dianjurkan yang tahan cuaca jika dipasang diluar
    • Jangan menggunakan gembok yang mempunyai beragam kunci. Semua gembok harus mempunyai satu macam kunci
    • Distribusi kunci dipastikan ke orang orang yang bertanggung jawan terhadap sistem proteksi kebakaran dan minimalkan jumlah distribusi kunci.
    Wire Seal

    Panduan untuk mengunci beberapa tipe valve sistem proteksi kebakaran



    Tipe A: Post-Indicator Valve (PIV)
    Kunci pegangan valve melalui lubang pegangan dengan memasukkan gembok pada lubang tersebut. Jika valve tersebut terdapat handwheel, masukkan rantai diantara handwheel tersebut

    Tipe B: Wall-Post-Indicator Valve (WPIV)
    Pasang eyebolt di dinding untuk tempat gembok dan rantai mengunci. Jika terdapat banya Valve, maka penguncian harus dilakukan untuk masing masing valve dan jangan digabung menjadi Satu

    Tipe C: Outside-Screw-and-Yoke (OS&Y) Valve
    Lilitkan rantai melalui handwheel. Gunakan kabel untuk tipa valve yang kecil

    Tipe D: Inside-Screw-and-Gate Valve
    Lilitkan rantai melalui handwheel dan ruang antara baut


    INSPEKSI

    Dengan melakukan inspeksi secara rutin dan tercatat terhadap semua valve sistem proteksi kebakaran dan tandemkan dengan penguncian valve dalam keadaan valve terbuka akan meningkatkan kemungkinan sistem proteksi kebakaran anda akan beroperasi ketika terjadi kebakaran dan meminimalkan eksposur terhadap bangunan anda terhadap resiko kebakaran. 

    Inspeksi dilakukan satu dalam seminggu dan melakukan pemutaran valve 3 putaran tiap bulannya untuk memastikan valve terbuka 100%. Untuk valve yang sering atau diduga selalu tertutup dengan misterius atau sering rusak, maka disarankan untuk melakukan inspeksi harian.

    MANAJEMEN IMPAIRMENT

    Manajemen Impairment diperlukan untuk membantu mengelola aktivitas penutupan atau penurunan fungsi dari suatu sistem proteksi kebakaran sehingga resiko yang akan muncul akibatnya dari tertutupnya valve ini tidak menjadi High Risk.

    Secara sistem, mungkin setiap perusahaan akan mempunyai How To nya yang berbeda beda, tetapi saya coba tuliskan konsep dasarnya dulu. Secara konsep, mengelola impairment ini ada tiga kondisi yaitu perencanaan, selama impairment dan setelah pekerjaan selesai.

    Dalam rencana awal, maka bisa menggunakan Impairment permit untuk meregister peralatan mana yang akan dimatikan dan pekerjaan apa yang dilakukan. Kemudian disebutkan durasi impairmentnya. Setelah itu aktivitas ini diinformasikan ke pihak pihak yang terkait agar pihak tersebut mengetahui akan kehilangan sistem proteksi kebakaran dalam jangka waktu tertentu di areanya. Menghentikan operasional di area tersebut jika operasional tersebut dapat memiliki kemungkinan menyebabkan kebakaran. Kemudian disiapkan mitigasi sementara untuk menghadapi kejadian kebakaran pada saat sistem proteksi kebakaran tidak aktif. Yang terakhir adalah memastikan sumber daya sudah tersedia sebelum pekerjaan dimulai agar durasi penutupan proteksi kebakaran dapat di kurangi.

    Selama impairment berlangsung. Hilangkan sumber sumber panas yang memicu kebakaran di area tersebut dan lakukan patrol rutin di area tersebut. 

    Setelah selesai dilakukan pekerjaan tersebut, maka sistem proteksi kebakaran diaktifkan lagi dan dilaporkan ke pihak pihak yang terkait. Tutup impairment permit.

    Dengan mempunyai sistem proteksi kebakaran di area anda tidak menjamin bahwa kebakaran besar dapat dihindari. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi fungsi dari sistem tersebut, selain sistem yang apakah masih sesuai dengan jenis bahaya yang ada, pengelolaan impairment juga faktor penting lain yang harus diperhatikan. Dengan adanya faktor faktor tersebut, total loss di area anda dapat dihindari. Semoga artikel dapat bermanfaat

    Join MyChannel for Database of EHS and Fire Safety
    https://t.me/joinchat/AAAAAEZrpR1mf-qNHEdx-g



  • Belajar dari kebakaran warehouse GE dan hubungannya dengan NFPA (3 dan 25)

    By Kusnu → Sunday, July 1, 2018


    Masih terkait dengan tulisan saya di Blog sebelumnya yaitu mengenai hubungannya NFPA 3 (Standard for Commissioning of Fire Protection and Life Safety Systems) dan NFPA 25 (Standard for the Inspection, Testing, and Maintenance of Water-Based Fire Protection Systems), topik berikut ini merupakan contoh nyata yang terjadi di Warehouse GE (General Electric) yang mengalami kebakaran dan mengakbatkan kerugian sekitar USD 110 juta.

    Kebakaran terjadi pada tanggal 3 April 2015 di salah satu warehouse GE yang terletak di area GE Appliance Park Louisville Kentucky (gambar dibawah, garis biru lokasi area GE dan garis merah merupakan lokasi bangunan yang terbakar) yang seluas 364 hektar. Sejam setelah laporan kebakaran, sudah jelas diprediksi bahwa kebakaran ini akan menghasilkan total loss. Asap hitam memenuhi setiap meter persegi dari bangunan, tebalnya asap sehingga orang orang yang berada di radius 3 km diminta untuk berlindung.




    Lebih dari 100 firefighter dari 18 departemen respon ke lokasi, yang diperkirakan kebakaran ini mencapai USD 100 juta yang menjadikan kerugian terbesar akibat kebakaran di Kentucky dan ketiga di Amerika setelah dua kebakaran hutan di California yang mencapai kerugian sebesar USD 2 milyar. Tidak ada cidera pada kejadian ini.

    Kebakaran terjadi di salah satu bangunan besar GE yang mempunyai luas 65032 meter persegi yang diberi nama Appliance Park 6 (AP6) yang mulai digunakan sejak tahun 1950. Pada awalnya bangunan ini digunakan untuk pabrikasi AC (air conditioner), tetapi seiring dengan perjalanan waktu, fungsi bangunan ini berubah sehingga 85% luas bangunan digunakan sebagai tempat penyimpanan material, suku cadang dari peralatan peralatan yang diproduksi GE seperti baut, hose berbahan plastic dan rubber belt. Semua material dan suku cadang tersebut disimpan dalam boks kardus atau kartopn plastic yang ditumpuk tumpuk hingga mencapai tinggi 3 meter. Sebagian juga disimpan dalam pallet kayu yang mencapai tinggi 8 meter. Sebagai informasi, bahwa tinggi ceiling dari AP6 adalah 9 meter, dan jika di analogikan luas area yang digunakan sebagai penyimpanan setara dengan luas 11 lapangan football .


    Foto awal terjadinya kebakaran

    Meski Appliance Park memiliki sistem proteksi kebakaran yang tangguh dengan hydrant dan sprinkler dipasang dan water supply termasuk fire pump yang didedikasikan khusus untuk proteksi kebakaran, tetapi pada saat kebakaran sistem ini dapat dengan mudah dikalahkan oleh cepatnya dan besarnya penyebaran yang terjadi saat itu. Hampir sebagian besar fire pump saat itu tidak berfungsi pada saat kejadian dan sprinkler di AP6 tidak didesain untuk mengatasi dan mengendalikan kebakaran yang melibatkan material yang mudah terbakar seperti plastic

    Kebakaran di GE ini menggambarkan apa yang bisa terjadi ketika pemilik bangunan gagal melakukan perubahan terhadap sistem proteksi kebakaran berbasis air ketika jenis occupancy (hunian) telah berubah. Ketika jenis occupancy berubah, maka perubahan terhadap sistem proteksi harus menyesuaikan. NFPA 1 disebutkan bahwa perubahan occupancy harus mengikuti standar dari jenis occupancy yang baru.

    Perubahan jenis occupancy di dunia industri terjadi sangat lambat seiring dengan waktu , berbeda dengan perubahan yang terjadi diperkantoran atau mall contohnya, disana perubahan jelas terlihat seperti perubahan area yang menjadi toko pakaian berubah menjadi tempat makan atau sebaliknya. Di dunia industri, perubahan dapat terjadi secara bertahap selama tahunan atau puluhan tahun.

    Isu utama dari perubahan ini adalah sistem proteksi kebakaran itu sendiri dalam hal ini adalah sistem sprinkler. Dengan adanya sistem sprinkler di bangunan tersebut, biasanya muncul suatu ilusi keselamatan dari bangunan tersebut dilihat dari sudut pandang orang orang yang tidak familiar dengan kompleksitas sistem sprinkler, jenis occupancy dan material yang akan diproteksi oleh sistem sprinkler tersebut. Orang yang tidak familiar tersebut akan melihat ke atas dan akan berkata “ada sprinkler di bangunan ini, jadi bangunan ini aman”, tetapi mereka tidak mengerti engineering dibelakang sistem tersebut. 

    Sistem sprinkler harus didesain sesuai dengan jenis occupancy nya dan dalam hal jenis storage maka harus disesuaikan dengan jenis storage tersebut.
    Sistem sprinkler jenis ordinary hazard dipasang di bangunan tersebut tahun 1950 dimana awalnya bagunan tersebut diperuntukkan untuk pabrikasi AC dan seiring dengan waktu berubah menjadi tempat penyimpanan. Andaikata kebakaran terjadi ketika bangunan tersebut masih sama dengan peruntukkannya, maka sprinkler akan bisa mengendalikan kebakaran tersebut sehingga tidak menjadi besar. Sistem sprinkler merupakan sistem yang sangat efektif menghadapi kebakaran ketika di desain, dipasang dan dirawat dengan benar. Selain itu sistem itu akan tetap efektif jika sistem tersebut tetap mengikuti perubahan occupancy. Dalam hal kebakaran di GE, sprinkler tidak mampu untuk mengendalikan penyebaran api karena memang tidak didesain untuk mengahadapi jenis occupancy yang baru yang mengandung plastik dan karet.

    Secara konsep sederhana, sistem sprinkler untuk jenis occupancy storage akan memiliki sprinkler head dengan diameter yang besar yang memungkinkan air yang banyak untuk keluar melalui sprinkler tersebut, jenis sprinkler head ini biasanya dikenal sebagai early suppression fast response (ESFR) sprinklers. Kemungkinan juga selain ESFR, dikombinasikan juga dengan pemasangan sprinkler di area rack juga untuk menjangkau area yang tertutup oleh material di atasnya.

    Masalah yang terjadi lebih kompleks lagi selain dari perubahan sistem sprinkler itu sendiri karena sistem penyuplai air tidak akan bisa menyuplai kebutuhan sistem sprinkler yang sesuai dengan jenis occupancy yang terbaru. Sebagai contoh, sprinkler ESFR di area warehouse kemungkinan membutuhkan sekitar 1700 GPM, sedangkan untuk sistem sprinkler untuk ordinary hazard membutuhkan sekitar 1500 GPM.

    Masalah inspeksi terhadap peralatan proteksi di GE juga dipertanyakan. Desain area GE memang dibuat untuk bisa mandiri untuk menghadapi kebakaran termasuk juga inspeksinya dilakukan oleh GE sendiri. Di Amerika, terkadang fire department di sekitar juga melakukan inspeksi. Tim asuransi FM telah menemukan defisiensi atau kekurangan di area GE dari hasil audit mereka di tahun 2003 dimana rekomendasinya untuk meminta melakukan update terhadap sistem sprinkler di AP6. Selain itu juga laporan dari FM menemukan bahwa beberapa hydrant dan fire pump di area GE tidak bisa beroperasi dengan semestinya. Dari keterangan beberapa saksi sebelum meninggalkan lokasi saat kebakaran, terdapat sprinkler yang tidak mengeluarkan air dan beberapa bekerja tetapi airnya tidak sampai ke lantai (mungkin karena sudah menguap sebelum menyentuh air akibat flow yang rendah). 

    Laporan dari Asuransi FM yang menyatakan adanya fire pump yang tidak beroperasi mengakibatkan kurangnya pasokan air untuk pemadaman air. Hal ini mengakibatkan adanya delay dalam respon dari sisi tim fire fighter. Delay ini diakibatkan oleh harusnya mencari sumber air diluar area GE dan juga mengakibatkan fire fighter harus menggelar sekitar 4,5 km hose untuk mengatasi kekurangan air ini. Ditemukan juga saat kejadian, hanya satu dari 8 fire pump yang bekerja. Mereka telah kehilangan seperempat bangunan hanya karena fire fighter masih harus mencari sumber air di luar area GE. Andaikata masalah ini pernah dikomunikasikan ke departemen kebakaran lokal, maka hal kekurangan air bisa teratasi sebelumnya dengan menerapkan rencana pemadaman untuk area tersebut sehingga tidak terjadi delay yang signifikan.




    Dari hal hal tersebut dapat dipastikan bahwa terdapat juga masalah kualitas dari inspeksi yang dilakukan oleh GE terhadap sistem proteksi mereka karena salah satu contohnya adalah hanya 1 fire pump yang bisa beroperasi saat kejadian.

    Dengan adanya laporan yang menemukan adanya defisiensi sistem proteksi kebakaran dan bisa menimbulkan bahaya jika mengabaikannya, maka pertanyaannya, kenapa pemilik bangunan memilih untuk mengabaikan untuk melakukan perubahan?, jawaban yang paling umum adalah biaya yang muncul dari perubahan tersebut. Biaya yang muncul dari menyewa konsultan untuk menentukan pekerjaan apa yang diperlukan, penggalian pipa air untuk suplai air pemadam kebakaran hingga mengganti semua pipa yang diakhirnya bisa menghasilkan biaya yang sangat besar. 

    Tetapi dengan tidak melakukan apapun seharusnya tidak membuat pemilik area menjadi nyaman saat mengambil keputusan tersebut karena berdasarkan sejarah kebakaran, biaya yang muncul akibat dari kebakaran tersebut sangat di atas biaya yang diperlukan untuk perbaikan sistem proteksi kebakaran itu sendiri.

    Terkait dengan hasil investigasi, tidak dapat ditemukan sebab pastinya dari kebakaran ini. Berdasarkan hasil hipotesa dan interprestasi foto dan barang bukti, dua kemungkinan yang menyebabkan kebakaran yaitu electrical failure dan petir.

    Pelajaran yang dapat diambil dari kejadian ini adalah pentingnya mengelola suatu perubahan sehingga dapat dipastikan apakah perubahan tersebut masih dalam koridor yang aman atau tidak. Dengan mengelola perubahan juga dapat teridentifikasi apakah sistem proteksi kebakaran yang ada masih sesuai dengan desain awal terhadap perubahan yang terjadi, sehingga jika tidak sesuai dibuatkan rencana untuk menangani perubahan tersebut. 

    Oleh karena itu pentingnya melakukan recommissioning sistem yang terdapat di NFPA 3 selain melakukan rutinitas inspeksi yang tertera di NFPA 25.

    Video dibawah menggambarkan kondisi kebakaran saat itu




    Referensi :
    - NFPA Journal. https://www.nfpa.org/News-and-Research/Publications/NFPA-Journal/2017/March-April-2017/Features/GE-Warehouse-Fire


  • NFPA 3 & NFPA 25

    By Kusnu → Friday, June 29, 2018

    Dengan munculnya NFPA 3, Commissioning of Fire Protection dan Life Safety Systems, dari recommended practice hingga standar, ada pembahasan baru tentang perlunya sistem proteksi kebakaran di recommission, khususnya sistem sprinkler.

    Ada asumsi bahwa, sejak NFPA 25, Inspeksi, Pengujian, dan Pemeliharaan Sistem Perlindungan Kebakaran Berbasis Air (since NFPA 25, Inspection, Testing, and Maintenance of Water-Based Fire Protection System), memerlukan inspeksi tahunan dari sistem sprinkler, maka recommissioning ulang sistem tidak diperlukan. Meskipun hal ini tampaknya benar - bahwa mendapatkan "tag hijau" atau melewati pemeriksaan NFPA 25 akan memberikan beberapa tingkat jaminan bahwa sistem tersebut dalam keadaan baik - tapi itu tidak sama dengan recommissioning ulang sistem.

    Untuk memahami perbedaan kegiatan recommissioning dari NFPA 25, Anda perlu melihat ruang lingkup kegiatannya. Fokus NFPA 25 adalah untuk inspeksi untuk mempertimbangkan kondisi operasi sistem, termasuk peninjauan semua komponen dan subsistem yang mendukung sistem sprinkler untuk memastikan mereka dalam keadaan baik. Ini termasuk memeriksa fisik alat untuk memastikan tidak karat, korosi, kerusaka cat lainnya. Hal ini juga membutuhkan peninjauan status sistem untuk memastikan sprinkler valve berada pada posisi yang sesuai dan di lakukan exercise sejumlah yang diperlukan untuk memastikan bahwa valve akan bekerja jika terjadi kebakaran.

    Ruang lingkup inspeksi ini tidak termasuk peninjauan desain sistem asli untuk memastikan bahwa masih sesuai untuk tipe bahaya yang ada — orang yang melakukan pemeriksaan sesuai NFPA 25 tidak untuk mengkonfirmasi konsep desain seperti jarak spasi sprinkler atau klasifikasi bahaya , atau untuk memeriksa bahwa sprinkler k-factor yang tepat telah dipilih berdasarkan pada desain yang diperlukan sistem. Semua item ini termasuk dalam “evaluasi sistem,” yang berada di luar lingkup pemeriksaan NFPA 25. NFPA 25 memang mengharuskan pemilik bangunan atau perwakilan yang ditunjuk (umumnya manajer fasilitas atau properti) untuk memastikan bahwa perubahan yang terjadi dalam bangunan tidak menciptakan situasi di mana sistem yang ada tidak lagi efektif dalam melindungi bahaya baru akibat perubahan yang terjadi saat ini.

    NFPA 25 tidak menyediakan pemilik owner arahan secara eksplisit tentang bagaimana mereka untuk melaksanakan persyaratan ini. Pemilik bangunan yang berpengalaman dalam manajemen perubahan (management of change) mungkin memiliki proses dan prosedur yang akan mentrigger tinjauan compliance dan keselamatan ketika perubahan tertentu dilakukan pada bangunan mereka. Pemilik bangunan yang “lain” membuat perubahan operasional yang diperlukan, seperti membangun kembali bangunan atau menambahkan penyimpanan rak baru di gudang, tanpa memahami dampak potensial yang dapat terjadi pada hubungan antara sistem proteksi kebakaran mereka dan barang-barang yang terdapat dalam bangunan.
    NFPA 3 disusun untuk membantu pemilik bangunan dengan menyediakan kerangka kerja untuk memastikan bahwa mereka tidak membawa kewajiban yang tidak perlu berdasarkan buruknya manajemen perubahan. NFPA 3 mencakup topik recommissioning sebagai mekanisme untuk melakukan evaluasi desain dengan hasil berupa proteksi tanggung gugat pemilik bangunan terhadap keselamatan bangunannya. Recommissioning akan mencakup tinjauan desain asli, peninjauan perubahan yang dibuat untuk bangunan dan operasi bangunan, dan survei bangunan, semua kegiatan yang akan dipertimbangkan di luar lingkup NFPA 25.

    Meskipun ada argumen yang menganggap bahwa kedua standar (NFPA 3 & 25) ini seperti bersaing satu sama lain dan tumpang tindih dalam ruang lingkup mereka, faktanya kedua dokumen ini saling melengkapi. Setiap standar menguraikan secara detail dan dalam kegiatan yang akan dilakukan yang kemudian mendorong biaya yang berbeda dari aktivitas yang diperlukan untuk pelaksanaannya. Banyak pemilik berasumsi bahwa, ketika inspeksi dilakukan, mereka juga akan mendapatkan konfirmasi dan jaminan bahwa desainnya masih memadai — tetapi anggapan itu tidak benar. Untuk gambaran yang lebih akurat dan lebih lengkap, pemilik harus mempertimbangkan penugasan berkala sesuai dengan NFPA 3 untuk melengkapi program inspeksi mereka saat ini.

  • Mengenal Segitiga Api

    By Kusnu → Saturday, February 17, 2018

    Kali ini saya akan coba membahas topik khusus mengenai segitiga api secara umum, meski pada perkembangannya segitiga api ini berkembang menjadi fire tetrahedron akibat dari tambahan komponen berupa reaksi berantai kimia. Secara konsep, segitiga api dapat memberikan gambaran konsep utama dari suatu proses terjadinya api.

    Segitiga api adalah gambaran sederhana dari tiga komponen yang harus ada agar api dapat terjadi, ketiga komponen tersebut terdiri dari bahan bakar, sumber panas dan oksigen. Ketiga komponen ini juga biasanya ditemukan diteori segi empat api (fire tetrahedron). 

    Oksigen normalnya selalu tersedia dan dalam jumlah yang cukup untuk proses terbentuknya api terjadi. Bahan bakar dibutuhkan untuk berekasi dengan oksigen. Pada umumnya bahan bakar berupa material berbahan dasar karbon yang akan dikonsumsi seluruhnya ataupun sebagian ketika reaksi proses pembakaran terjadi. Yang terakhir adalah sumber panas, karena bahan bakar dan oksigen akan bereaksi pada suhu tinggi, maka suatu sumber panas dibutuhkan untuk menyebabkan reaksi tersebut terjadi. Agar reaksi pembakaran atau terbentuknya api tersebut dapat terus terjadi tanpa membutuhkan sumber panas dari luar, maka dibutuhkan reaksi antara oksigen dan bahan bakar yang cukup dan dengan kecepatan yang cukup untuk menghasilkan panas sendiri untuk mempertahankan proses pembakaran itu sendiri. Oleh karena itu ketiga komponen dari segitiga api tersebut yang berupa oksigen, bahan bakar dan sumber panas harus ada, dalam kombinasi yang tepat untuk bereaksi agar terjadinya api

    Semua bahan bakar atau material memiliki kemampuan untuk terbakar jika diberikan panas yang cukup. Panas ini yang akan memecah molekul dan mengeluarkan uap mudah terbakar. Ketika uap atau gas sudah dihasilkan yang terlepas, maka uap atau gas ini yang tersulut oleh sumber panas sehingga menyebabkan terproduksinya panas lebih banyak sehingga terjadi proses kebakaran.

    Segitiga api yang terdiri dari tiga komponen, memerlukan reaksi rantai kimia yang terjadi diantara ketiga komponen tersebut, reaksi rantai kimia ini menjadi komponen keempat dalam istilah segi empat api. Apa saja yang terbakar, maka keempat komponen tersebut akan hadir dan menghilangkan salah satu faktor tersebut akan mencegah terjadinya api.

    Ketiga komponen dalam segitiga api tidak mempunyai nilai atau jumlah yang tetap dan nilai yang bervariasi pada setiap komponen akan mempengaruhi komponen lainnya. Bahan bakar yang sudah dihangatkan tidak membutuhkan sumber panas yang tinggi untuk terbakar jika dibandingkan dengan bahan bakar yang tidak dalam keadaan hangat. Contohnya, jika bensin tumpah di jalanan dengan suhu lingkungan sekitar 10 derajat celcius akan mempunyai kemungkinan kecil untuk tersulut jika dibandingkan dengan tumpahnya bensin di area yang sama tetapi dengan suhu lingkungan sekitar 32 derajat celcius. Jika suatu bahan bakar berada di lingkungan yang kaya akan oksigen akan lebih mudah pula untuk tersulut.

    Komponen oksigen dari segitiga api dapat dipandang lebih ilmiah lagi sebagai oksidator. Beberapa kimia mempunyai sifat seperti oksigen. Contohnya Klorin, yang akan berkontribusi memperbesar kebakaran karena sifatnya yang sebagai oksidator. Beberapa bahan lainnya seperti ammonium nitrat, mengandung cukup oksigen di dalam struktur kimianya yang menyebabkan tidak diperlukannya oksigen dari luar untuk terjadinya api.

    Bentuk dari material bahan bakar juga memegang peranan penting segitiga api. Blok kayu lebih sulit untuk tersulut terbakar dibandingkan dengan serbuk kayu, hal ini dikarenakan perbedaan perbandingan rasio volume terhadap luas permukaan. Jika Volume besar dan total luas permukaan kecil seperti blok kayu, maka energi panas dari sumber panas akan mudah hilang. Jika volume kecil dan total luas permukaan besar seperti sebuk kayu, panas tidak hilang dengan mudah dan penyalaan api akan mudah terjadi.

    Sebagai contoh gambar dibawah ini, sebuah balok kayu dengan ukuran 3 x 3 inci mempunyai luas permukaan 54 inci persegi. Jika balok tersebut di potong dengan ukuran 1 inci balok, maka total volume tetap sama, tetapi luas permukaan menjadi 162 inci persegi. Jika setiap 1 inci balok dipotong menjadi 0.33 inci, maka total volume tetap sama tetapi sekarang luas permukaan menjadi 2187 inci persegi.



    Debu adalah contoh lain sebagai perbandingan volume terhadap luas permukaan. Jika dalam kondisi dan konsentrasi yang tepat, maka ada debu yang dapat menyebabkan ledakan. Debu gandum dan debu batubara adalah contoh umum tipe debu yang dapat meledak.

    Dalam kebakaran, uap bahan bakar yang sebenarnya terbakar, sehingga semakin dekat wujud bahan bakar pada wujud uap atau gas, maka semakin mudah bahan bakar tersebut untuk terbakar. Bahan bakar cair lebih mudah terbakar dibanding bahan bakar padat, bahan bakar gas lebih mudah terbakar dibanding bahan bakar cair. Wujud dari bahan bakar ini berdampak pada usaha kita untuk mengendalikan resiko kebakaran. Yang harus diingat adalah bahwa setiap perubahan wujud dari materi bahan bakar berarti akan merubah juga sifat dan perilaku dari bahan bakar tersebut di kondisi tertentu.

    Segitiga Api dan kaitannya dengan proses pemadamannya

    Proses kebakaran dapat dihentikan atau diinterupsi dengan cara menghilangkan salah satu komponen pada segitiga api. Pada dasarnya pemadaman dapat dilakukan dengan cara berikut ini:
    • Mengurangi suhu atau penghilangan energi panas
    • Penghilangan bahan bakar
    • Penghilangan atau pengurangan konsentrasi Oksigen
    Mengurangi suhu atau penghilangan energi panas dari komponen segitiga api, pada umumnya cara ini menggunakan air untuk mendinginkan suhu dari bahan bakar hingga mencapai suhu dibawah suhu penyalaanya. Proses ini mencegah bahan bakar untuk menghasilkan uap karena suhu sekitar menurun. Ketika bahan bakar berhenti menghasilkan uap, maka proses kebakaran berhenti. Jika proses pendinginan ini tidak memadai, maka ada potensi bahan bakar tersebut akan terbakar lagi karena suhu sekitar masih tinggi.

    Bahan bakar padat dan cair dengan suhu titik nyala yang rendah dapat dipadamkan dengan pendinginan, akan tetapi uap mudah terbakar mungkin masih terproduksi, jika suhu dari bahan bakar tersebut masih di atas dari suhu titik nyala, sumber panas apapun yang mempunyai cukup energi akan menyebabkan bahan bakar tersebut terbakar kembali.

    Penghilangan bahan bakar dari komponen segitiga api, cara ini merupakan cara yang paling efektif memadamkan api. Sumber bahan bakar dapat dihilangkan dengan cara mengehentikan aliran bahan bakar cair atau gas, contohnya seperti menutup katup (valve) sumber bahan bakar.

    Pada saat kebakaran hutan, tim pemadam kebakaran akan menghilangkan bahan bakar seperti semua tumbuh tumbuhan yang berada di depan api yang belum terbakar, sehingga api tidak tersebar lebih luas. Usaha ini dapat dilakukan dengan menggunakan buldoser atau secara manual dengan menggunakan gergaji untuk menghilangkan semua bahan bakar yang terdapat di jalur kebakaran tersebut.

    Penghilangan atau pengurangan konsentrasi Oksigen, mengurangi jumlah oksigen yang tersedia untuk proses pembakaran dapat mengurangi berkembangnya api dan juga dapat memadamkan secara total api tersebut. Contoh yang sederhana adalah ketika terjadi kebakaran pada wajan atau panci masak, maka dengan meletakkan tutup pada wajan atau panci tersebut dapat memadamkan kebakaran. Contoh lainnya adalah pengurangan konsentrasi oksigen di suatu ruangan tertutup dengan cara membanjiri ruangan tersebut dengan gas inert seperti Karbon Dioksida yang mempunyai berat 1.5 kali dari udara, gas ini akan mengganti oksigen di ruangan tersebut. Karena Karbon Dioksida tidak termasuk dalam proses pembakaran, maka api akan padam dengan adanya Karbon Dioksida. Contoh gas inert lainnya seperti gas Nitrogen. Aplikasi inert untuk suatu bahan bakar akan berbeda antara karbon dioksida dan Nitrogen, sebagai contoh untuk Gasoline, maksimum Oksigen yang harus dicapai ketika menggunakan gas Nitrogen adalah 9% dan jika menggunakan gas inert karbon dioksisa, maka maksimum konsentrasi Oksigen yang harus dicapai adalah 11%.

    Oksigen bisa juga dipisahkan dari bahan bakar dengan menyelimuti bahan dengan busa (foam). Busa tersebut akan menciptakan lapisan di atas permukaan bahan bakar dan menghalangi oksigen terhadap bahan bakar.

    Kedua metode di atas tidak akan efektof terhadap bahan bakar yang mempunya kandungan oksigen di dalam struktur kimianya sehingga ketika di proses pembakaran tetap terjadi dengan menggunakan oksigen internal dari bahan bakar tersebut.

    Demikian sekilas mengenai penjelasan tentang segitiga api yang terdiri dari tiga komponen yang terdiri dari bahan bakar, sumber panas dan Oksigen. Semoga bermanfaat tulisan ini.

    Tulisan lain mengenai konsep segitiga api
    Terjadinya API
    Bahan Bakar
    Oksigen
    Sumber Panas 1, Sumber Panas 2

  • Pentingnya Peran Pompa Pemadam Kebakaran

    By Kusnu → Monday, February 12, 2018
    pompa kebakaran

    Ketika terjadi kebakaran maka peran suatu sistem proteksi kebakaran sangatlah vital. Hampir sebagian besar sistem proteksi yang terpasang berbasis air seperti sistem sprinkler otomatis. Semua sistem berbasis air ini harus didukung oleh suplai air yang sesuai agar sistem proteksi kebakaran tersebut dapat memadamkan ataupun mengendalikan api saat terjadi kebakaran, sehingga ketika suplai air tidak bisa mendukung, maka hasilnya akan bisa menjadi bencana besar. Pada umumnya, suplai air ini di suplai oleh pompa pemadam kebakaran (fire pump) yang berfungsi untuk memastikan aliran air dan tekanan sesuai dengan desain sistem proteksi kebakaran. 

    Jika melihat singkat penjelasan di atas, maka kita akan sadar bahwa pompa pemadam kebakaran merupakan jantung dari sistem proteksi kebakaran, berhasil atau tidaknya sistem proteksi kebakaran dalam memadamkan api sangat tergantung dari pompa kebakaran ini. Sesuai dengan fungsinya yang menyediakan aliran air dan tekanan untuk memungkinkan sistem proteksi kebakaran berbasis air untuk memadamkan api dan mempertahankan fasilitas terhadap kerusakan yang diakibatkan oleh kebakaran. Tanpa adanya suplai air yang cukup, maka sistem proteksi kebakaran tidak mampu memadamkan api dan meletakkan fasilitas atau bangunan anda dalam resiko akibat kerusakan fisik, potensi kematian orang yang berada di fasilitas tersebut dan potensi gangguan operasional bisnis.

    Inspeksi yang dilakukan secara regular, pengetesan pompa mingguan dan perawatan sistem pompa yang sesuai standar merupakan hal yang penting untuk memastikan sistem proteksi dalam keadaan siap dan andal. Sistem pemadam kebakaran apapun yang anda miliki seperti sistem sprinkler otomatis, sistem busa atau foam, water spray sistem atau sistem pemadaman berbasis air lainnya, dengan tidak aktifnya pompa pemadam kebakaran untuk mensuplai air, maka fasilitas anda dalam kondisi beresiko.

    Meskipun sistem proteksi kebakaran didesain dengan sangat cermat, pengalaman menunjukkan bahwa dengan kurangnya inspeksi, pengetesan, perawatan dan pelatihan respon kondisi darurat akan mengakibatkan tidak beroperasinya atau terlambatnya pengoperasian pompa pemadam kebakaran disaat sangat dibutuhkan dalam kondisi kebakaran.

    Dengan perannya sebagai andalan utama untuk mensuplai air yang dibutuhkan terhadap sistem proteksi kebakaran berbasis air, maka pompa pemadam kebakaran harus dapat diandalkan. Jika pompa pemadam kebakaran ini tidak beroperasi dengan benar, maka akan menjadi titik terlemah dalam sistem terpadu proteksi kebakaran di area anda dan dapat mengakibatkan bahaya kebakaran di area anda menjadi tidak dapat dikendalikan dan hasilnya dapat mengakibatkan kerugian yang besar.

    IKLAN




    Pompa pemadam kebakaran merupakan sistem mekanikal yang bergantung pada desain yang tepat, instalasi yang sesuai standar dan perawatan yang rutin agar bisa mendapatkan kinerja yang maksimal dari pompa pemadam kebakaran. Suatu unit pompa terdiri dari pompa, penggerak pompa dan panel pengontrol pompa. Pada umumnya, pemicu aktifnya pompa pemadam kebakaran adalah turunnya tekanan air ketika sistem sprinkler otomatis bekerja. Turunnya tekanan air ini mengaktifkan pressure switch yang akan mengirim sinyal ke panel pengontrol pompa untuk mengaktifkan pompa. Dalam beberapa contoh desain lainnya seperti sistem foam water sprinkler yang menggunakan head sprinkler tipe terbuka atau open, maka sinyal aktifnya pompa pemadam kebakaran berasal dari aktifnya sistem deteksi kebakaran seperti sistem deteksi panas.

    Komponen komponen dari unit pompa pemadam kebakaran telah didesain khusus untuk diaplikasikan pada sistem proteksi kebakaran. Biasanya sertifikasi dari beberapa badan sertifikasi seperti UL atau FM Approved menunjukkan bahwa pompa pemadam kebakaran tersebut telah melewati serangkaian protokol pengetesan untuk memastikan kinerja pompa pemadam kebakaran tersebut.

    Dalam setiap pemasangan sistem pompa pemadam kebakaran harus mengikuti panduan standar yang berlaku atau standar internasional yang diikuti oleh fasilitas anda. Dengan mengikuti standar tersebut maka pompa pemadam kebakaran dapat berkerja di kondisi yang diperlukan tanpa dipengaruhi oleh kondisi disekitarnya. Pompa Diesel, pada umumnya harus seluruhnya independen dari semua fungsi di area atau fasilitas anda, dengan sistem baterai, maka keandalan pompa pemadam kebakaran tidak tergantung dari kondisi di luar. 

    Untuk pompa listrik, keandalan dari pompa pemadam kebakaran ini datang dari sumber listrik yang didedikasikan untuk pompa itu sendiri dan tidak terhubung dengan sistem kelistrikan dari operasional fasilitas atau area di sekitarnya, sehingga ketika terjadi gangguan di sistem kelistrikan di salah satu area tidak mempengaruhi sumber listrik untuk pompa listrik.

    Untuk dikatakan sebagai pompa pemadam kebakaran yang dapat diandalkan dan beroperasi dalam kondisi yang sesuai desain, maka fasilitas anda harus mempunyai sistem untuk dilakukannya inspeksi secara regular, pengetesan mingguan, pengetesan kinerja pompa tahunan dan perawatan rutin terhadap semua komponen pompa pemadam kebakaran. Supaya keandalan sistem ini tercapai, maka petugas khusus harus ditunjuk untuk melaksanakan aktifitas tersebut.

    Sebagai tambahan, salah satu anggota dari tim respon darurat harus ditugaskan untuk merespon segala kejadian kebakaran untuk memastikan pompa pemadam kebakaran aktif, berfungsi secara normal dan juga untuk memastikan pompa pemadam kebakaran tidak dimatikan hingga kebakaran berhasil dipadamkan atau dapat dikendalikan.

    Kerugian terkait pompa pemadam kebakaran

    Berdasarkan informasi dari FM Global, dalam rentang 10 tahun terakhir menunjukkan 23 kerugian dimana salah satu faktor kerugiannya diakibatkan oleh tidak berfungsinya pompa pemadam kebakaran baik tidak berfungsi secara total maupun penurunan fungsi. Total kerugian yang tercatat sebesar 102 juta Dollar. Kerugian terbesar adalah sebesar 23 juta Dollar yang diakibatkan oleh matinya panel pengontrol pompa. Tiga kerugian lainnya (4 juta Dollar, 3.8 juta Dollar, 300 ribu Dollar) diakibatkan oleh penyetelan pressure switch yang tidak benar dan kasus lainnya diakibatkan oleh rusaknya shaft pompa. Semua kerugian tersebut bisa dihindari atau dimitigasi dengan program inspeksi regular, pengetesan mingguan dan perawatan rutin.


    garfik pompa kebakaran


    Jika dilihat dari grafik diatas, salah satu faktor kerugian yang diakibatkan pompa adalah terjadi pada pompa yang tidak diset otomatis sehingga terjadi keterlambatan pengoperasian pompa pemadam kebakaran. Hal ini jelas menunjukkan bahwa aktivasi pompa secara otomatis sangat penting karena pompa pemadam kebakaran akan aktif tanpa adanya penundaan

    Lalu bagaimana jika ada rencana untuk dilakukan oleh pihak kontraktor untuk melakukan aktivitas inspeksi, pengetesan pompa pemadam kebakaran dan perawatan rutin?

    Tidak masalah jika ingin di lakukan oleh pihak luar, tetapi harus dipastikan bahwa kontraktor tersebut memahami fasilitas di area anda dan memahami pentingnya pompa pemadam kebakaran terhadap semua sistem proteksi kebakaran yang terhubung dengan pompa. Biasanya ruang lingkup yang dikerjakan mencakup juga pengetesan sistem proteksi yang lain, seperti pengetesan local alarm (water gong) di sistem sprinkler otomatis. Terkait dengan pengetesan sistem sprinkler, maka satu orang harus disiapkan di ruang pompa jika pada saat pengetesan sistem sprinkler mengharuskan untuk mematikan pompa. Orang tersebut harus bersiap untuk mengaktifkan pompa jika terjadi kebakaran dan ketika semua aktifitas inspeksi ataupun pengetesan selesai dilakukan, maka pompa harus di set kembali ke kondisi otomatis

    Kaitannya tim respon darurat dengan pompa pemadam kebakaran?

    Terkait dengan tim respon darurat, maka dalam struktur tim tesebut harus ditugaskan orang khusus untuk memastikan semua sistem proteksi kebakaran bekerja di waktu krusial kebakaran yaitu di 15 – 20 menit awal kebakaran. Orang yang ditugaskan khusus harus ada di setiap shift jika area tersebut bekerja 24 jam.

    Bagaimana jika pipa bawah tanah saya sudah tua? Dan saya coba menghindari memasukkan tekanan tinggi dalam pipa tersebut

    Coba kita bertanya pada manajemen atau setidaknya pada diri sendiri, apakah lebih baik pecah saat dilakukan pengetesan atau pecah saat kondisi kebakaran sebenarnya. Dalam situasi pengetesan, akan ada kondisi dimana tekanan dalam pipa akan tinggi ketika kita melakukan pengetesan pompa dengan sedikit air yang keluar atau mendekati churn pressure. Jika terdapat pipa yang tidak dapat menahan tekanan, maka anda harus sudah mulai membuat anggaran untuk mengganti pipa tersebut secara bertahap. 

    Terkait dengan tekanan, terkadang ada fasilitas yang menset tekanan aktivasi pompa pemadam kebakaran dengan sangat rendah, sehingga ketika berjalannya waktu hingga turunnya tekanan dapat mengaktifkan pompa, kebakaran sudah menjadi besar. Di sisi lain, bahaya yang akan dihadapi ketika menggunakan pengaturan aktivasi tekanan yang rendah adalah water hammer yang akan menimbulkan tekanan yang tinggi pada pipa.

    Bingung memilih pompa diesel atau pompa listrik?

    Beberapa pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa pompa diesel lebih sedikit dapat diandalkan dibandingkan dengan pompa listrik karena pompa diesel benar benar berdiri sendiri tanpa tergantung dengan kondisi yang terjadi di luar.

    IKLAN



    Apa yang bisa anda lakukan untuk fasilitas anda?

    Jangka Pendek
    • Pastikan anda mengerti fungsi dari pompa pemadam kebakaran anda
    • Pastikan pekerja di fasilitas anda paham terhadap aktivasi pompa pemadam kebakaran dan peran mereka ketika terjadi kondisi darurat kebakaran
    • Mulai melakukan inspeksi, pengetesan rutin dan perawatan rutin untuk pompa pemadam kebakaran 

    Jangka panjang
    • Pastikan tim tanggap darurat anda mengerti cara kerja pompa dan melakukan respon yang tepat terhadap pompa ketika terjadi kebakaran
    • Memformalkan program inspeksi internal, pengetesan dan perawatan rutin tanpa melibatkan pihak luar.
    • Membuat program impairment (pelemahan sistem) sehingga ketika terjadi kebakaran di saat pompa pemadam kebakaran akan tidak berdampak besar karena sudah ditangani dengan benar
    • Melakukan review terhadap hasil pengetesan kinerja pompa tiap tahun untuk memastikan tekanan dana aliran pompa pemadam kebakaran tidak menurun dan masih sesuai dengan kurva pompa.

    Sekian sedikit tulisan saya mengenai pompa pemadam kebakaran, semoga dapat digunakan untuk memahami betapa pentingnya peran pompa pemadam kebakaran terhadap fasilitas anda dan mulai melakukan instalasi sesuai dengan standar yang berlaku.

  • Apa itu latihan kebakaran? - Fire Drill

    By Kusnu → Sunday, January 28, 2018

    Latihan membuat sempurna atau istilah inggrisnya Practice Make Perfect, begitu juga dalam menghadapi situasi kondisi darurat, dengan berlatih maka akan membuat kita lebih siap menghadapi situasi kondisi darurat dengan mengetahui apa yang harus diperbuat.

    Terkait dengan insiden kebakaran di lingkungan kerja, maka latihan kebakaran (fire drill) dan latihan evakuasi secara regular dapat menjadi suatu cara untuk memastikan pemahaman dan reaksi yang sama dari semua penghuni ketika terjadi suatu kondisi darurat kebakaran. Tujuan utama dari latihan kebakaran (fire drill) di tempat kerja adalah untuk membiasakan penghuni terhadap prosedur darurat saat terjadi kebakaran dan mengetahui semua komponen (tangga, pintu darurat, muster point dll) yang terkait dengan jalur evakuasi darurat.

    Dapat secara mudah bagi para penghuni untuk mengabaikan komponen komponen evakuasi setiap harinya pada saat mereka melakukan rutinitas harian di areanya. Penghuni akan masuk dan keluar bangunan melalui jalur yang sama setiap harinya. Jalur ataupun tangga darurat alternatif mungkin tidak familiar terhadap sebagian besar penghuni, termasuk juga para penghuni yang sudah tahunan bekerja atau tinggal di area tersebut. Jika terjadi kebakaran, kemungkinan besar penghuni akan menggunakan jalur evakuasi yang berdekatan dengan jalur mereka sehari hari. Dengan dilakukannya latihan kebakaran ini, maka para penghuni diberi kesempatan untuk mengetahui jalur alternatif yang tidak mempunyai kondisi berbahaya. Pengenalan ini dapat meningkatkan kemungkinan suksesnya evakuasi dan berkurang korban saat terjadi kondisi darurat.

    Evaluasi kondisi jalur evakuasi sebelum latihan kebakaran

    Sebelum dilakukan latihan kebakaran yang diikuti dengan proses evakuasi di tempat kerja, koordinator latihan kebakaran harus melakukan evaluasi pra latihan kebakaran terhadap jalur evakuasi dan titik berkumpul. Tujuan dilakukannya evaluasi pra latihan adalah untuk memastikan semua komponen evakuasi (tangga, pintu dll) dalam kondisi baik dan penghuni dapat menggunakannya dengan aman

    Sebagai contoh, evaluasi dapat memastikan bahwa jalur evakuasi telah mempunyai tanda yang jelas dan dapat dibaca, selain itu juga dapat memastikan bahwa jalur evakuasi tidak terdapat halangan yang dapat menghambat proses evakuasi.

    Koordinator latihan kebakaran juga harus mereview prosedur rencana evakuasi sebelum dilakukan latihan kebakaran dan mengidentifikasi pembaharuan yang diperlukan sebagai hasil dari perubahan operasional, perubahan fasilitas maupun perubahan karyawan di tempat kerja. Jika merefer ke OSHA 1910.38 (Occupational Safety and Health Administration – Emergency Action Plan), maka persyaratan suatu rencana aksi darurat (emergency action plan) minimal terdapat informasi mengenai prosedur evakuasi darurat, tipe dari evakuasi dan rute jalur evakuasi yang harus digunakan. Saat ini di beberapa perusahaan sudah memperlebar persyaratan ini dengan membuat rencana evakuasi formal dengan memasukkan gambar atau diagram jalur evakuasi dengan alternatif rute evakuasinya lengkap dengan spesifik informasi yang berkaitan dengan lokasi tempat itu berada. Contohnya, jalur evakuasi di suatu pabrik, maka informasi yang akan dimasukkan termasuk informasi mengenai jalur yang aman untuk evakuasi, area area apa saja yang harus dihindari saat proses evakuasi itu berlangsung dan khususnya untuk operator control room, terdapat juga informasi mengenai apa yang harus dilakukan sebelum melakukan evakuasi agar saat evakusi proses produksi tidak menimbulkan bahaya lainnya. Dalam merencanakan suatu latihan kebakaran, semua informasi mengenai bagaimana suatu penghuni harus bereaksi atau merespon harus dimasukkan dalam rencana latihan kebakaran untuk dilakukan evaluasi saat latihan dilakukan.

    Berikut link untuk contoh formulir evaluasi pra latihan

    Objektif Latihan Kebakaran

    Jika merefer ke NFPA Life Safety Code, objektif utama dari latihan kebakaran adalah evakuasi yang teratur. NFPA menyebutkan bahwa dalam melakukan latihan kebakaran (fire drill), penekanan pelatihan harus pada evakuasi yang teratur dan bukan pada kecepatan evakuasi.

    Pada umumnya, setiap tempat kerja atau fasilitas mempunyai persyaratan yang spesifik untuk evakuasi darurat. Secara umum, objektif latihan kebakaran berikut ini dapat digunakan untuk semua tempat kerja meski mereka mempunyai persyaratan yang berbeda beda:
    • Penghuni dapat mengenali alarm evakuasi
    • Saat menerima alarm evakuasi, penghuni akan mengambil tindakan yang tepat, termasuk mematikan proses produksi atau peralatan yang kritikal
    • Penghuni kemudian dengan segera melakukan proses evakuasi menggunakan jalur evakuasi yang telah ditetapkan dalam rencana aksi darurat
    • Penghuni akan memberikan bantuan ke tamu atau individu yang mengalami kesulitan
    • Penghuni akan melakukan tindakan penghindaran jika jalur evakuasi yang telah ditentukan dalam kondisi tidak aman
    • Penghuni akan melapor ke petugas monitor area berkumpul di lokasi area berkumpul yang telah ditentukan

    Objektif tambahan yang terkait dengan kebutuhan yang spesifik dari suatu area atau fasilitas harus dimasukkan ke daftar objektif tersebut. Supaya objektif yang telah ditetapkan tersebut dapat dicapai, maka koordinator latihan kebakaran harus membuat program pelatihan prosedur evakuasi darurat kepada semua penghuni yang akan terlibat dalam latihan kebakaran. 


    Pelaksanaan latihan kebakaran harus dapat dilakukan dengan aman dan dapat memberikan perserta latihan kebakaran dengan pengalaman pembelajaran yang diinginkan, oleh karena itu perencanaan latihan kebakaran harus direncanakan dengan benar sebelumnya. Objektif dan ekspektasi dari suatu tempat kerja ataupun fasilitas terhadap evakuasi saat terjadi kebakaran harus dipertimbangkan saat proses pembuatan perencanaan latihan kebakaran. 

    Proses perencanaan latihan setidaknya harus mencakup hal berikut ini:
    • Objektif dari latihan kebakaran
    • Frekuensi dari latihan kebakaran
    • Tipe latihan kebakaran – diumumkan vs kejutan
    • Keamanan dari latihan kebakaran dan evaluasi jalur evakuasi
    • Tugas dan tanggung jawab dari tim evakuasi darurat
    • Perhitungan jumlah penghuni
    • Tugas dan tanggung jawab tim latihan kebakaran
    • Koordinasi dengan tim pemadam kebakaran local
    • Koordinasi dengan pemilik area

    Frekuensi Latihan Kebakaran

    NFPA Life Safety Code menyatakan bahwa latihan kebakaran harus cukup sering agar penghuni di area tersebut memahami atau familiar terhadap prosedur evakuasi darurat. Dan juga dengan adanya penetapan frekuensi latihan kebakaran, maka akan terbentuk suatu program kegiatan rutin latihan kebakaran tiap tahunnya. Spesifik frekuensi latihan kebakaran di bawah ini berdasarkan NFPA Life Safety Code


    Jika tidak ada referensi mengenai berapa jumlah latihan kebakaran yang harus dilaksanakan tiap tahunnya, maka harus dilakukan evaluasi terhadap lokasi tersebut, apakah lokasi tersebut dikategorikan beresiko tinggi atau rendah. Nilai dengan proses penilaian resiko untuk menentukan jumlah frekuensi latihannya. Pada umumnya, satu atau dua latihan kebakaran tiap tahun dianggap cukup untuk memastikan penghuni familiar dengan prosedur evakuasi darurat.

    Kapan dibutuhkan jumlah latihan lebih banyak?, jumlah latihan dipertimbangkan dilakukan lebih banyak dari yang sudah direncanakan ketika terjadi perubahan baru pada prosedur evakuasi ataupun perubahan jalur evakuasi. Penambahan jumlah karyawan yang cukup signifikan juga dapat dipertimbangkan juga sebagai justifikasi untuk menambah frekuensi latihan kebakaran.

    Indikator lain yang bisa menyebabkan frekuensi latihan kebakaran ditambah yaitu respon yang buruk dari penghuni pada saat dilaksanakannya latihan kebakaran atau pada saat aktivasi alarm sesungguhnya. Latihan kebakaran ini selain digunakan sebagai sarana pelatihan, latihan ini juga dapat digunakan sebagai sarana untuk mengevaluasi pengetahuan, ketrampilan dan perilaku dari penghuni area tempat kerja, jika terdapat indikasi seorang penghuni membutuhkan pelatihan tambahan, maka frekuensi latihan akan ditambah.

    Latihan Kebakaran – diumumkan vs kejutan

    NFPA Life Safety Code menyatakan bahwa “Latihan kebakaran harus dilaksanakan pada waktu yang sudah diduga maupun pada waktu yang tidak diduga dengan kondisi yang bervariasi untuk mensimulasikan kondisi tidak normal yang dapat terjadi saat kondisi darurat sebenarnya”.

    Kebakaran selalu hadir di waktu yang tidak diduga, jika latihan kebakaran dilakukan di waktu dan cara yang sama terus menerus, maka latihan kebakaran ini akan kehilangan nilai objektifnya. Suatu ketika, terjadi kebakaran yang sesungguhnya, dan entah karena suatu masalah muncul, jalur evakuasi dan titik berkumpul yang biasa digunakan saat latihan kebakaran tidak dapat diikuti, maka hal ini akan menciptakan suatu kebingungan dan kepanikan. Latihan kebakaran harus direncanakan dengan hati-hati untuk dapat mensimulasikan kondisi kebakaran sebenarnya. Tidak hanya dilakukan diwaktu yang berbeda saja, tetapi juga dilakukan dengan menggunakan jalur evakuasi yang berbeda beda yang berdasarkan dari asumsi skenario akan terjadinya penutupan jalur evakuasi oleh asap maupun api


    Tipe latihan kebakaran yang akan dilakukan baik latihan yang diumumkan maupun latihan secara kejutan tergantung dari koordinator latihan terhadap objektif yang ingin dicapai dari latihan kebakaran. Latihan kebakaran yang diumumkan memberikan kesempatan bagi penghuni untuk melakukan persiapan sebelum dilakukan latihan kebakaran. Latihan kebakaran (fire drill) yang diumumkan akan menjadi pembelajaran pelatihan evakuasi secara terstruktur dimana setiap penghuni akan melakukan tindakan yang sesuai prosedur pada saat alarm mulai berbunyi maupun pada saat perintah evakuasi dilakukan. Latihan kebakaran yang diumumkan juga memberikan kesempatan kepada proses produksi untuk shutdown (jika diperlukan) atau mempersiapkan kondisi yang aman agar latihan kebakaran dapat dilakukan dengan selamat. Latihan kebakaran yang diumumkan merupakan latihan kebakaran dengan tingkat resiko yang kecil atau yang paling tidak mengancam, tipe ini cocok untuk mengenalkan prosedur atau jalur evakuasi yang baru ataupun pengenalan prosedur yang baru direvisi kepada penghuni. Pada saat latihan kebakaran tipe ini dilakukan, orang yang ditugaskan dalam latihan kebakaran ini dapat mengarahkan penghuni ke jalur evakuasi alternatif.

    Meskipun latihan kebakaran secara kejutan itu dianggap mengganggu, tetapi latihan kebakaran tipe ini dapat memberikan indikasi yang mendekati situasi nyata mengenai apa yang akan terjadi ketika situasi kebakaran benar benar terjadi. Tanpa adanya pengumuman pelaksanaan latihan kebakaran, penghuni mungkin dapat memilih untuk tidak bereaksi ketika mendengar alarm atau menunjukkan perilaku yang berbahaya saat kondisi darurat terjadi. Untuk mensimulasikan keadaan nyata, tanda berupa visual gambar maupun tulisan dapat digunakan, contohnya tulisan berupa pintu rusak di jalur evakuasi yang membuat penghuni untuk mencari jalur evakuasi alternatif. Latihan kebakaran secara kejutan ini tetap harus dilakukan komunikasi juga dengan pemilik area tetapi cukup dengan perwakilan manajemen di area tersebut, tujuannya adalah untuk mendapatkan masukan dan pertimbangan dari mereka terhadap bahaya yang mungkin terjadi pada saat latihan kebakaran kejutan diadakan di area mereka.

    Keselamatan pelaksanaan latihan kebakaran dan evaluasi jalur evakuasi

    Keselamatan penghuni saat latihan kebakaran harus menjadi prioritas utama sehingga latihan ini tidak menimbulkan cidera kepada penghuni. Seperti yang sudah dibahas di atas, salah satunya adalah inspeksi pra latihan kebakaran yang dilakukan dan dikoordinasi oleh koordinator latihan kebakaran. Tujuan aktivitas inspeksi adalah untuk mengidentifikasi bahaya yang ada di jalur evakuasi dan dapat menciderai penghuni saat melakukan evakuasi. Selain identifikasi jalur evakuasi, untuk area produksi seperti di pabrik yang memiliki resiko tinggi, identifikasi juga harus dilakukan agar aktivitas latihan ini tidak menciptakan bahaya baru akibat dari tidak adanya orang yang memonitor parameter kritikal dari suatu proses produksi. Setelah ditemukan potensi bahaya tersebut maka dilakukan pengendalian terhadap bahaya tersebut, pengedalian bahaya ini harus terlebih dulu dilakukan sebelum latihan kebakaran dilakukan. Menjadi tanggung jawab koordinator latihan kebakaran untuk memastikan pengendalian tersebut selesai dilakukan dan efektif terhadap potensi bahaya yang telah diidentifikasi sebelumnya.

    Pelatihan juga harus dilakukan sebelum dilakukan latihan kebakaran dan evakuasi, di pelatihan ini juga merupakan waktu yang tepat untuk memaparkan kondisi kondisi bahaya apa saja yang ada dan bagaimana mengendalikan pada saat latihan dilakukan. Latihan kebakaran secara bertahap dan teratur mengikuti prosedur harus ditekankan dalam pelatihan kebakaran ini dibandingkan kepada kecepatan evakuasi. Sebagai contoh, pada saat latihan kebakaran dan harus melalui tangga darurat, pemberitahuan kepada penghuni untuk melakukan dengan pergerakan yang aman harus dilakukan untuk mencegah terjadinya cidera akibat terpleset atau terjatuh saat menuruni tangga dengan terburu buru. Secara garis besar, yang ingin dilihat dalam latihan kebakaran ini adalah konsep pemahaman penghuni terhadap prosedur evakuasi yang telah di ajarkan kepada para penghuni, apakah mereka mengikuti secara teratur, apakah ada prosedur yang tidak tepat ataupun mengidentifikasi perilaku penghuni yang berbahaya.

    Tekait dengan keamanan terhadap barang berharga penghuni yang melakukan latihan kebakaran dan evakuasi, maka koordinasi harus dilakukan dengan pihak pengamanan untuk memastikan tidak ada pihak pihak yang mengambil keuntungan dari latihan kebakaran ini.

    Perhitungan jumlah penghuni

    Sebagai pemilik suatu fasilitas, maka dituntut untuk bisa menghitung jumlah penghuni di area tersebut saat dilakukan latihan kebakaran dan evakuasi darurat. Sistem perhitungan jumlah penghuni harus dibuat untuk mengidentifikasi kehadiran penghuni dan lokasi mereka setelah evakuasi dilakukan. Latihan kebakaran ini akan melihat apakah sistem yang telah dibuat berfungsi secara sempurna atau parsial sehingga bisa disempurnakan. Selain itu, perhitungan ini bisa menunjukkan persentase keikut sertaan penghuni dalam mengikuti latihan ini dan berapa yang tidak mengikuti pelatihan, sehingga bisa identifikasi apakah perlu dilakukan latihan tambahan atau tidak. 

    Metode yang biasa digunakan untuk menghitung jumlah orang adalah menggunakan tempat berkumpul yang telah ditetapkan dan menghitung satu persatu penghuni ketika mereka mencapai area berkumpul tersebut. Metode ini bekerja dengan baik untuk fasiltas dengan satu tenant. Metode ini juga dapat berfungsi dengan baik terhadap fasilitas yang memiliki ribuan pekerja jika proses perhitungan ini dikelola dengan baik. Untuk area yang memiliki banyak tenant seperti di gedung perkantoran, maka tiap tenant berkewajiban untuk menghitung masing masing penghuninya. 

    Tugas dan tanggung jawab staf latihan kebakaran

    Mengacu ke Life Safety Code “Tanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan latihan kebakaran harus ditugaskan kepada orang yang kompeten untuk memimpin pelatihan”. Life safety code tidak menspesifikasikan secara pasti peran, tanggung jawab dan kualifikasi dari orang yang ditugaskan untuk mengkoordinasi dan membantu pelakasanaan latihan kebakaran dan evakuasi.

    Posisi dibawah ini menjelaskan fungsi dari peran masing masing staf latihan kebakaran dan evakuasi yang dapat diimplementasikan hampir di semua tipe fasilitas. 

    Catatan : nama posisi mungkin akan berbeda di tiap fasilitas atu perusahaan

    Koordinator latihan : Merencanakan, melaksanakan dan melakukan evaluasi latihan kebakaran. Posisi ini bisa ditugaskan ke Fire Safety Manager atau EHS Manager. Pada fasilitas yang kecil, koordinator latihan ini bisa ditugaskan ke Facility Manager.

    Floor/area warden : Tugas individu untuk menggkoordinasi evakuasi darurat di suatu bagian area tertentu atau lantai tertentu dan memastikan semua penghuni telah melakukan evakuasi. Floor warden juga bertugas memastikan semua area di bawah tanggung jawabnya telah kosong termasuk memastikan area toilet sudah tidak ada orang.

    Pemantau Tangga darurat : Tugas individu untuk memantau penggunaan tangga darurat pada lantai tertentu sewaktu evakuasi darurat

    Pemantau lift : Tugas individu untuk memantau lobi lift sewaktu evakuasi darurat kebakaran. Pemantau lift akan memastikan tidak ada penghuni yang menggunakan lift pada saat kondisi darurat dan mengarahkan penghuni ke jalur evakuasi lainnya atau ke arah tangga darurat

    Buddy atau tim support orang yang memiliki keterbatasan : Penghuni yang ditugaskan untuk membantu penghuni yang memiliki keterbatasan pada saat evakuasi darurat

    Pemantau titik kumpul : Penghuni yang ditugaskan untuk memantau titik kumpul dan mencatat penghuni yang tiba di titik kumpul

    Komunikator : Staf yang bertanggung jawab untuk komunikasi antar titik kumpul dan pusat komando

    Pemantau latihan : Tugas individu untuk memantau reaksi dan aksi penghuni saat latihan kebakaran dan melaporkan temuannya ke koordinator latihan pada saat akhir latihan.

    Koordinasi dengan tim pemadam kebakaran Lokal

    Pada umumnya, semua rencana pelatihan kebakaran harus selalu dikoordinasikan dengan tim pemadam kebakaran lokal yang ada di area anda. Tim pemadam kebakaran bisa diminta masukannya dalam perencanaan latihan ini karena mereka lebih ahli dalam proses evakuasi, sehingga masukan dari mereka dapat membuat perencanaan latihan kebakaran lebih bagus dan objektif yang telah ditetapkan dapat dicapai dalam latihan kebakaran ini.

    Saya mempunyai pengalaman yang terkait dengan koordinasi di tim pemadam, kebetulan di area kami mempunyai tim pemadam sendiri. Pada saat itu ada area yang melakukan latihan kebakaran dengan tidak melibatkan tim pemadam, mereka memutuskan untuk menggunakan api yang sebenarnya di area pantry. Saat latihan dimulai, api pun dinyalakan tetapi mereka lupa siapa yang akan memonitor api tersebut, sehingga hampir saja terjadi kebakaran yang sebenarnya, tetapi beruntung api bisa dikendalikan oleh tim pemadam kebakaran. Pelajaran dari insiden ini adalah pentingnya koordinasi dengan tim pemadam untuk mendapatkan masukan teknis termasuk potensi bahaya jika penghuni ingin menggunakan api dalam latihan kebakarannya.

    Koordinasi dengan pemilik area

    Latihan kebakaran harus juga berkordinasi dengan pemilik area atau fasilitas sehingga penghuni yang terlibat dalam perencanaan latihan kebakaran mengetahui tanggung jawab mereka selama latihan kebakaran berlangsung. Lingkup koordinasi tergantung pada tipe fasilitas dan komplektifitas proses produksi yang ada di area tersebut, tetapi minimal melibatkan posisi seperti manajer area, manajer EHS, manajer security dan tim respon darurat area (jika ada). Koordinasi juga dilakukan pada manajer yang membawahi suatu proses produksi yang akan terdampak dalam latihan ini, tujuannya untuk memastikan tidak adanya potensi gangguan dalam proses produksi pada saat latihan kebakaran berlangsung. 

    Posisi lain atau individual seperti senior manajemen ataupun perwakilan penghuni bisa dimasukkan juga dalam daftar orang yang akan diajak koordinasi. Meski tidak semua posisi diatas harus mengetahui kapan dilaksanakannya latihan kebakaran, tetapi mereka dapat memberikan bantuan dalam proses perencanaan latihan kebakaran dan juga membantu untuk memastikan latihan kebakaran ini mencapai objektif yang telah direncanakan.

    Evaluasi latihan kebakaran

    Latihan kebakaran di tempat kerja dilaksanakan untuk melatih penghuni dalam menjalankan prosedur evakuasi dan darurat, selain dari pemberi latihan kepada penghuni, latihan kebakaran ini juga menguji prosedur rencana darurat dan pengetahuan penghuni mengenai bahaya keselamatan kebakaran. 

    Tim pemantau latihan kebakaran yang tersebar di beberapa area saat latihan kebakaran akan memantau pelaksanaan latihan kebakaran. Koordinator latihan kebakaran akan mengumpulkan semua informasi dari masing masing pemantau latihan kebakaran, termasuk juga laporan dari tim yang terlibat dalam proses evakuasi dan juga laporan dari partisipasi penghuni yang mengikuti latihan kebakaran ketika latihan kebakaran telah selesai dilaksanakan.

    Isu isu terkait dengan respon dari penghuni, sistem proteksi kebakaran area, ataupun prosedur rencana darurat harus diidentifikasi pada saat latihan kebakaran berlangsung. Semua laporan dan isu akan dibuatkan laporan hasilnya oleh koordinator latihan yang kemudian akan mempresentasikan hasil ini ke perwakilan manajemen. Semua temuan yang ditemukan dari latihan kebakaran akan ditindaklanjuti oleh pemilik area untuk memastikan pada saat keadaan darurat kebakaran dan proses evakuasi dapat dilakukan dengan aman. Dalam pertemuan tersebut dengan perwakilan manajemen juga harus dibahas temuan temuan hasil dari latihan kebakaran sebelumnya dan memastikan apakah temuan tersebut sudah ditindaklanjuti atau belum. 

    Berikut contoh laporan evaluasi

    Berikut contoh formulir perencanaan latihan kebakaran

    Semoga informasi mengenai latihan kebakaran ini dapat membantu teman teman dalam memahami dan merencanakan latihan kebakaran

    Referensi:
    • Collona, P.E., Guy R. 2001. Introduction to Employee Fire & Life Safety. NFPA
    • 2010. A study book for the NEBOSH Certificate in Fire SAfety and Risk Management 3rd Edition. RMS
    • Craighead, Geoff. 2003. High-Rise Security and Fire Life Safety 2nd Edition. Britihs Library
    • 2018. NFPA 101 Life Safety Code.